Laneya and Pie susu
Laneya masih menunggu balasan dari Gavileo, “katanya bentar, tapi ini udah satu jam, ngga bales pesanku.” ocehan Laneya terdengar oleh Nelson kakak nya.
“Kenapa sih? Berisik tau.”
“Gapapa. Kepo banget.” jawab Laneya lalu mendelik.
Nelson sengaja melirik layar ponsel Laneya, “oh ngomelin ga dibales chat nya sama Avi?” Nelson menaikan satu alisnya, “palingan lagi sama cewe lain.” dengan nada meledek.
“KAK NELSON APAAN SIH NGOMONG NYA NGACO!” Laneya melemparkan satu bantal ke arah Nelson.
“NGGA KENA, WLEE!” ledek Nelson lalu kabur dari hadapan Laneya.
Selang setengah jam, suara klakson motor terdengar sampai 3 kali berturut-turut.
Laneya beranjak dari duduknya lalu mengintip dari jendela kamar, “siapa sih? berisik banget.”
Samar-sama terlihat lelaki memakai kaos berwarna navy dan memakai jeans, Laneya terus menyipitkan matanya agar melihat jelas yang ada di depan rumah nya itu sebenarnya siapa.
“KAK G?”
Ia pun sontak terkejut melihat Gavileo berada di depan rumahnya, Laneya segera keluar untuk menemui kekasih nya.
Dengan wajah yang berkeringat dengan nafas yang tidak teratur serta membawa satu totebag yang seperti nya berisi makanan, membuat Laneya heran habis darimana ini orang.
“H-hai.” sapa Gavileo memecah keheningan.
“Kak, abis dari mana?” ketika Gavileo akan menjawab pertanyaan Laneya, ia memotong, “tunggu sebentar, sekarang kamu duduk dulu di kursi teras, oke? Bawa masuk juga totebag nya.”
Gavileo menuruti perintah Laneya, ia segera duduk di kursi teras, lalu menyandarkan punggung nya ke kursi tersebut. Tak lama Laneya datang membawa air putih dan tissu, Laneya mengelap keringat lelaki nya ini, lalu memberikan minum, “minum dulu, baru jawab pertanyaan ku.”
Setelah, Gavileo meminum satu gelas dengan waktu yang singkat, ia mulai menjawab pertanyaan Laneya, “abis berjuang.” jawabnya.
“Hah? Berjuang?”
“Iya, berjuang biar dapet izin libur latihan buat kamu.”
“Maksudnya?”
“Aku disuruh ke kolam renang nya Kak David, kalau misalkan mau dapet izin biar kamu boleh libur latihan, aku harus push-up sama pull-up, untung aja dulu aku pernah dilatih sama ayah, jadi ngga kaget kalau disuruh fisik kayak gitu, tapi capek juga sih.” jawab nya.
Laneya masih diam karena kaget, Gavileo sampai berjuang dengan sebegitunya untuk mendapatkan libur latihannya Laneya, “kamu kenapa? Kok sampe segitunya sih? Maksudku, kamu sampai mau di hukum fisik sama Coach David.”
“Aku mau jelasin aja, soal urusan yang tadi kalau kamu tuh jangan takut aku di goda orang lain.”
“JADI CUMAN MAU JELASIN ITU?”
Gavileo mengangguk dengan cepat, “nih pie susu, aku sampe cari keujung dunia, untung dapet. Kata Kak David kamu suka pie susu, jadi sebelum kesini aku cari dulu, makanya lama banget ya kamu nunggu? Maaf ya sayang.”
“Kak G...”
“Aku nggak habis pikir kamu sampe segitunya.. A-aku ngga enak, Kak.”
“Kamu sampe keringetan gini.” sambung Laneya dengan memajukan bibirnya, “pacar aku malah disiksa sama Coach David.”
Gavileo menggelengkan kepalanya, “ngga apa-apa, orang aku yang mau kok. Ney, aku ngga mau kamu sampe mikir kayak gitu. Aku cuman suka sama kamu kok, cinta juga cuman sama kamu, apalagi sayang juga cuman sama kamu. Kalau ditanya berapa persen? ya jawaban aku tak terhingga lah.”
Mata Laneya mulai berkaca-kaca karena baru kali ini ia merasa di spesial-kan lagi oleh laki-laki. Ya, karena ia selalu di manja dan di sayang oleh Nelson saja, tidak dengan papa nya.
“Mata kamu kelilipan?”
“Kok berair?”
“EH KOK NANGIS?”
Gavileo segera membuka satu pie susu, “ayo buka mulutnya, pesawat pie susu mau masuuukkk, aaaaaa...”
Laneya tersenyum samar lalu menuruti untuk membuka mulutnya, lalu mengunyah pie susu tersebut.
“Kak G, makasih ya? Makasih kamu sekarang udah masuk dari perjalanan hidup aku yang gaada warnanya, jadi berwarna setelah ada kamu.”
Gavileo mengusap pipi Laneya, “udah takdir, jadi makasih nya ke Tuhan aja ya.”
Laneya mengangguk dan tersenyum, “iya.”
“Ayo.” Gavileo berdiri lalu menggenggam tangan kanan Laneya. Perempuan yang ia genggam tangan nya tersontak kaget lalu mendongak, “mau kemana?”
“Masa udah dikasih libur, kita ga motor-motoran?”
“Motor-motoran?”
“Iya, karena aku pake motor, kalau jalan-jalan berarti kita jalan kaki.”
Laneya terkekeh, “ada aja pikirannya ya. Yaudah ayo!”
Laneya masuk kedalam sebentar untuk bersiap-siap dan Gavileo menuju motornya, setelah menunggu beberapa menit, Gavileo sudah melihat Laneya yang akan menghampirinya, ia segera menyalakan motornya, lalu memberi helm kepada Laneya, “dipake ya cantik.” ucap Gavileo dengan senyum yang genit dan mengedipkan satu matanya.
Laneya mencubit pinggang Gavileo, “HEH GENIT!”
“A-aduh iya ampun, jangan cubit aku.”
Laneya yang sudah naik motor nya Gavileo, ia memeluk punggung lelakinya ini dengan alibi sedang berpegangan, padahal bisa dibilang sedang modus. Satu tangan Gavileo mengelus punggung tangan Laneya, “tangan pacar aku, cuman punya aku, cuman punya Gavileo, cuman punya nya G.”
Laneya yang mendengarnya hanya tertawa kecil karena gemas melihat tingkah pacar nya ini.
“Ini mau kemana?” tanya Laneya lalu mendekatkan kepalanya kepundak Gavileo, lalu menaruh dagu nya disana.
“Motor-motoran sayang.”
“Maksudnya?”
“Iya kita motor-motoran sampe bensin motor aku abis.”
“Terus kalau udah abis?”
“Isi lagi, terus kita motor-motoran lagi.”
“KAKAK IH!”
Gavileo tertawa kecil, “aku sayang kamu.”
“Ga kedengeraaaan.”
“Aku sayang kamu.” Gavileo agak sedikit teriak.
“Apaan sih kak, kakak ngomong apa.”
“AKU SAYANG KAMU, LANEYA GENEVI.” jawab lagi Gavileo sambil teriak.
“Aku juga sayang kakak!” Laneya tertawa puas.
Sore itu sampai malam hari mereka motor-motoran bersama sampai bensin motor Gavileo habis.