jenayspace


Laneya masih menunggu balasan dari Gavileo, “katanya bentar, tapi ini udah satu jam, ngga bales pesanku.” ocehan Laneya terdengar oleh Nelson kakak nya.

“Kenapa sih? Berisik tau.”

“Gapapa. Kepo banget.” jawab Laneya lalu mendelik.

Nelson sengaja melirik layar ponsel Laneya, “oh ngomelin ga dibales chat nya sama Avi?” Nelson menaikan satu alisnya, “palingan lagi sama cewe lain.” dengan nada meledek.

“KAK NELSON APAAN SIH NGOMONG NYA NGACO!” Laneya melemparkan satu bantal ke arah Nelson.

“NGGA KENA, WLEE!” ledek Nelson lalu kabur dari hadapan Laneya.

Selang setengah jam, suara klakson motor terdengar sampai 3 kali berturut-turut.

Laneya beranjak dari duduknya lalu mengintip dari jendela kamar, “siapa sih? berisik banget.”

Samar-sama terlihat lelaki memakai kaos berwarna navy dan memakai jeans, Laneya terus menyipitkan matanya agar melihat jelas yang ada di depan rumah nya itu sebenarnya siapa.

“KAK G?”

Ia pun sontak terkejut melihat Gavileo berada di depan rumahnya, Laneya segera keluar untuk menemui kekasih nya.

Dengan wajah yang berkeringat dengan nafas yang tidak teratur serta membawa satu totebag yang seperti nya berisi makanan, membuat Laneya heran habis darimana ini orang.

“H-hai.” sapa Gavileo memecah keheningan.

“Kak, abis dari mana?” ketika Gavileo akan menjawab pertanyaan Laneya, ia memotong, “tunggu sebentar, sekarang kamu duduk dulu di kursi teras, oke? Bawa masuk juga totebag nya.”

Gavileo menuruti perintah Laneya, ia segera duduk di kursi teras, lalu menyandarkan punggung nya ke kursi tersebut. Tak lama Laneya datang membawa air putih dan tissu, Laneya mengelap keringat lelaki nya ini, lalu memberikan minum, “minum dulu, baru jawab pertanyaan ku.”

Setelah, Gavileo meminum satu gelas dengan waktu yang singkat, ia mulai menjawab pertanyaan Laneya, “abis berjuang.” jawabnya.

“Hah? Berjuang?”

“Iya, berjuang biar dapet izin libur latihan buat kamu.”

“Maksudnya?”

“Aku disuruh ke kolam renang nya Kak David, kalau misalkan mau dapet izin biar kamu boleh libur latihan, aku harus push-up sama pull-up, untung aja dulu aku pernah dilatih sama ayah, jadi ngga kaget kalau disuruh fisik kayak gitu, tapi capek juga sih.” jawab nya.

Laneya masih diam karena kaget, Gavileo sampai berjuang dengan sebegitunya untuk mendapatkan libur latihannya Laneya, “kamu kenapa? Kok sampe segitunya sih? Maksudku, kamu sampai mau di hukum fisik sama Coach David.”

“Aku mau jelasin aja, soal urusan yang tadi kalau kamu tuh jangan takut aku di goda orang lain.”

“JADI CUMAN MAU JELASIN ITU?”

Gavileo mengangguk dengan cepat, “nih pie susu, aku sampe cari keujung dunia, untung dapet. Kata Kak David kamu suka pie susu, jadi sebelum kesini aku cari dulu, makanya lama banget ya kamu nunggu? Maaf ya sayang.”

“Kak G...”

“Aku nggak habis pikir kamu sampe segitunya.. A-aku ngga enak, Kak.”

“Kamu sampe keringetan gini.” sambung Laneya dengan memajukan bibirnya, “pacar aku malah disiksa sama Coach David.”

Gavileo menggelengkan kepalanya, “ngga apa-apa, orang aku yang mau kok. Ney, aku ngga mau kamu sampe mikir kayak gitu. Aku cuman suka sama kamu kok, cinta juga cuman sama kamu, apalagi sayang juga cuman sama kamu. Kalau ditanya berapa persen? ya jawaban aku tak terhingga lah.”

Mata Laneya mulai berkaca-kaca karena baru kali ini ia merasa di spesial-kan lagi oleh laki-laki. Ya, karena ia selalu di manja dan di sayang oleh Nelson saja, tidak dengan papa nya.

“Mata kamu kelilipan?”

“Kok berair?”

“EH KOK NANGIS?”

Gavileo segera membuka satu pie susu, “ayo buka mulutnya, pesawat pie susu mau masuuukkk, aaaaaa...”

Laneya tersenyum samar lalu menuruti untuk membuka mulutnya, lalu mengunyah pie susu tersebut.

“Kak G, makasih ya? Makasih kamu sekarang udah masuk dari perjalanan hidup aku yang gaada warnanya, jadi berwarna setelah ada kamu.”

Gavileo mengusap pipi Laneya, “udah takdir, jadi makasih nya ke Tuhan aja ya.”

Laneya mengangguk dan tersenyum, “iya.”

“Ayo.” Gavileo berdiri lalu menggenggam tangan kanan Laneya. Perempuan yang ia genggam tangan nya tersontak kaget lalu mendongak, “mau kemana?”

“Masa udah dikasih libur, kita ga motor-motoran?”

“Motor-motoran?”

“Iya, karena aku pake motor, kalau jalan-jalan berarti kita jalan kaki.”

Laneya terkekeh, “ada aja pikirannya ya. Yaudah ayo!”

Laneya masuk kedalam sebentar untuk bersiap-siap dan Gavileo menuju motornya, setelah menunggu beberapa menit, Gavileo sudah melihat Laneya yang akan menghampirinya, ia segera menyalakan motornya, lalu memberi helm kepada Laneya, “dipake ya cantik.” ucap Gavileo dengan senyum yang genit dan mengedipkan satu matanya.

Laneya mencubit pinggang Gavileo, “HEH GENIT!”

“A-aduh iya ampun, jangan cubit aku.”

Laneya yang sudah naik motor nya Gavileo, ia memeluk punggung lelakinya ini dengan alibi sedang berpegangan, padahal bisa dibilang sedang modus. Satu tangan Gavileo mengelus punggung tangan Laneya, “tangan pacar aku, cuman punya aku, cuman punya Gavileo, cuman punya nya G.”

Laneya yang mendengarnya hanya tertawa kecil karena gemas melihat tingkah pacar nya ini.

“Ini mau kemana?” tanya Laneya lalu mendekatkan kepalanya kepundak Gavileo, lalu menaruh dagu nya disana.

“Motor-motoran sayang.”

“Maksudnya?”

“Iya kita motor-motoran sampe bensin motor aku abis.”

“Terus kalau udah abis?”

“Isi lagi, terus kita motor-motoran lagi.”

“KAKAK IH!”

Gavileo tertawa kecil, “aku sayang kamu.”

“Ga kedengeraaaan.”

“Aku sayang kamu.” Gavileo agak sedikit teriak.

“Apaan sih kak, kakak ngomong apa.”

“AKU SAYANG KAMU, LANEYA GENEVI.” jawab lagi Gavileo sambil teriak.

“Aku juga sayang kakak!” Laneya tertawa puas.

Sore itu sampai malam hari mereka motor-motoran bersama sampai bensin motor Gavileo habis.

Akhirnya mereka sampai, lalu disambut oleh Gevano yang berlari kecil menuju Laneya dan memeluknya, “kakak!”

“Aduh, hahaha. Aku nya langsung di peluk ya.”

“Ekhem, ini pacar resmi nya ngga di peluk juga?”

“Hahaha, apaan sih kakak.” Laneya melepas dengan pelan pelukan dari Gevano, “gimana udah sembuh?”

Gevano mengangguk dengan semangat, “udah, ada kakak langsung sembuh!”

Laneya tertawa kecil lalu mencubit pipi Gevano, “gemes banget deh.”

“Terus aja terus, pacaran aja sono berdua.” ledek Gavileo.

Gevano mendelik, “nyebelin banget aa.”

“Bodo amat.” jawab Gavileo.

“Apaan sih jadi berantem gini.” Laneya mencoba untuk menjadi penengah, “udah-udah, yu kita kedalem.” ia menggandeng tangan Gavileo dan Gevano.

Mata Laneya menelusuri ruangan-ruangan yang ada di sekitar, ya bisa dibayangkan lah, rumah anak konglomerat, besar dan megah.

“Ibun mana?” tanya Laneya.

“Masih dikantor.”

“Ney, sini.” ajak Gavileo.

Laneya menuruti perintah dari Gavileo, pria itu menunjukan foto ketika dirinya masih kecil bersama ayah nya, “foto ini waktu ulang tahun ku yang ke-6. Masih sama ayah.”

“Kalau ini, foto si bocil.”

“Kak, itu foto kakak sama anak waykaze ya?”

“Hahaha iya, masih culun. Tapi aku ganteng sih waktu dulu.”

“Pede amat.”

“Kak, itu foto sama Kak Erick?”

Gavileo mengangguk, “banyak ya? mau aku buang tapi—”

“Jangan dipaksa dibuang, siapa tau kalian masih punya peluang buat temenan lagi.”

Gavileo memalingkan wajahnya, “nggak mungkin.”

“Tapi, Ney.”

“Apa?”

“Jangan benci Erick ya, dia baik. Cuman cara dia nunjukin ke kamu itu salah kemarin.”

“Maksud kakak?”

Gavileo mendekat kepada Gadis yang dihadapannya, lalu mengelus puncak kepala Laneya, “aku berusaha buat ada disisi kamu terus. Jangan takut, Ney.” Gavileo tersenyum samar, “percaya ya sama aku? apapun keputusan aku, artinya itu aku lagi perjuangin kamu.”

“Hah?”

“I love you, Laneya.”

Selama tiga jam Gavileo ikut berbaring bersama Gevano, sesekali ia duduk lalu membawa gitar dan memainkannya.

Selang beberapa menit, Gavileo dikagetkan dengan wanita paruh baya yang baru saja datang dan membawa banyak oleh-oleh dari luar kota.

“Kenapa kaget gitu?” tanya Mia ibunda dari Gavileo dan Gevano sembari menyimpan semua barang-barang nya ke sofa.

“Ibun ngga salam dulu, aa kaget.”

“Assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam.”

Mia duduk disebelah Gavileo dan mengelus kening Gevano anak bungsunya ini.

“Gevano keinget ayah lagi?”

“Iya, semalem dia nangis, ketemu ayah katanya, pas mau peluk dia kebangun dan tiba-tiba demam.” jawab Gavileo sembari menyimpan gitarnya ke tempat semula.

Miles Harold dulu namanya terpampang dimana-mana. Karena, kebaikan ayah Gavileo ini membuat banyak masyarakat yang menyukai keluarga mereka.

“Ayah kamu dulu, pengen banget liat Gevano bisa berenang dan liat kamu jadi musisi terkenal.”

“Kayaknya, ayah dateng ke Gevano karena seneng ya? Dia udah mulai les berenang sesuai permintaannya.” sambung nya.

Gavileo hanya bisa diam mendengar ibundanya yang mungkin sama ia juga merindukan suaminya yaitu Miles Harold.

“Aa.”

“Iya?”

“Gimana sama Laneya?”

“Pacaran.”

Mia terkejut sekaligus gembira mendengar satu kata dari Gavileo bahwa mereka sudah menjalin hubungan berstatus.

“Serius?”

Gavileo mengangguk, “dua rius bun, kalo bisa.”

Kini, posisi ibunda nya berada disebelah kiri Gevano dekat tembok, sambil mengusap-ngusap puncak kepalanya dan Gavileo disebelah kanan, sambil memijit pelan kaki Gevano.

“Ibun mau tanya sama aa, boleh?”

“Tanya aja.”

“Kenapa kamu mau dan nerima perjodohan ini? Bahkan kamu sampe pacaran sama Ney? Selain alasan yang waktu itu kamu pernah bilang ya. Ibun pengen tau lebih jelasnya.”

“Dandelions.”

“Maksudnya?”

“Itu jawabannya.”

“Aa ini mirip ayah ya, bikin ibun pusing.”

Gavileo tertawa kecil, “aa liat Ney pertama kalinya, bukan waktu kita pertama kali ketemu dirumahnya. Setelah, aa liat perempuan yang sering aa temui dulu adalah Laneya Genevi seorang pelatih renang yang waktu itu aa iseng cari di twitter dan yang lebih kagetnya lagi dia adalah orang yang dijodohkan dengan aa, aa semakin yakin aa punya harapan sama dia. Aa tau punya harapan kepada manusia itu pasti sakit. Tapi, segala apapun yang kita mau tetap saja berbalik lagi ke kata “harapan” betul kan bun? Sejauh kita menjauh dari harapan tapi tetap saja ujung-ujung nya kita akan berharap.”

Laneya yang masih fokus kepada ponselnya, sampai-sampai ia tidak sadar bahwa Gavileo sudah ada disisi nya sekarang.

“Fokus amat neng, liat hp nya.”

Laneya terkejut, “astagfirullah, kirain setan.”

Gavileo tertawa kecil, “kenapa? serius gitu?”

“Duduk dulu yu, kak.”

Gavileo menuruti apa yang dikatakan Laneya, mereka duduk sembari menunggu Gevano yang sedang mandi.

“Jadi, aku ditawarin buat ikut lagi event renang sama pelatih aku. Banyak yang dia jamin sih, cuman...”

“Cuman, kamu takut kan? buat mulai lagi?” timpal Gavileo kepada Laneya.

Laneya menunduk, “kalau dibilang takut, aku emang takut. Karena, aku udah beberapa bulan ngga pernah latihan, otomatis stamina aku turun drastis dan kalau aku nerima tawaran itu, papah pasti lebih ngatur aku, aku capek kak. Aku emang mau, pengen banget. Tapi, aku nggak siap ngadepin semua resiko nantinya.”

Gavileo tersenyum, lalu mengelus puncak kepala wanita yang ada dihadapannya ini, “Laneya, banyak orang yang pengen diposisi kamu, aku jelasin ya, yang pertama nih kamu itu atlet renang dan sekarang udah buka club sendiri buat ngajar, yang kedua kamu itu udah punya “nama” didunia olahraga renang ini, ya bisa dibilang legendaris lah ya? aku baca kok beberapa artikel yang tersebar di internet tentang kamu. Dan yang kedua, kamu disayang sama pelatih kamu, jarang-jarang loh ada pelatih yang ngechat mantan muridnya buat balik lagi dan masuk jadi atlet lagi. Yang terakhir, sekarang kamu udah punya aku, kamu cape atau lelah pun sekarang ada aku, aku bakal selalu ada buat kamu, jadi tameng kamu, jadi sandaran kamu dan jadi rumah kamu untuk pulang. Jangan khawatir perihal papah kamu, aku disini ney, kamu nggak sendiri.”

Laneya tertegun dengan omongan dari Gavileo, padahal pria yang ada dihadapannya ini anak band, dia tidak mengenal dunia atlet tapi dia paham dengan apa yang Laneya bicarakan.

“Coba deh, bayangin. Sekarang kamu, posisiin diri kamu sebagai pelatih, bukan murid. Jadi, di sini kamu yang minta salah satu murid kamu yang berbakat untuk minta balik lagi kedunia renang, gimana? paham, Ney?”

Laneya mengangguk pelan, tanpa disadari mata Laneya mulai berkaca-kaca, “makasih, kak. Karena, dulu aku gapunya tempat pulang. Gaada yang ngertiin aku kecuali Kak Nelson. Sekarang aku udah punya kakak, sekali lagi—”

Ketika, Laneya belum selesai berbicara, Gavileo segera mendekap Laneya dan mengelus punggungnya. Laneya menenggelamkan wajahnya di dada Gavileo.

“Jangan nangis, maaf aku baru ada buat kamu sekarang.”

Satu kalimat itu, membuat Laneya semakin mengeratkan pelukannya, “aku sayang Kak G.”

Gavileo tersenyum, lalu mengecup kening Laneya, “aku lebih sayang kamu, Laneya.”

Pertemuan keluarga Gavileo dan Laneya pun sudah dimulai. Tepat pukul 7 malam, mereka memulai dengan acara makan malam bersama. Laneya memakai kemeja coklat polos dan celana jeans putih lalu rambut yang diurai. Dan, Gavileo memakai kemeja hitam, kancing yang sengaja dibuka satu, celana jeans hitam, lalu memakai jam tangan.

Setelah acara makan malam selesai, keluarga Laneya, pun keluarga Gavileo kini sedang berbincang bersama di ruang tamu.

“Baik, bu Mia, saya amat sangat banyak ber-terimakasih kepada ibu dan nak Avi, yang sudah menyempatkan datang kesini.” ujar Ayah Laneya.

Ibu Gavileo membalas dengan senyuman lalu menganggukan kepala, “sama-sama, seharusnya saya yang berterimakasih, karena sudah disiapkan makam malam juga.”

“Tidak apa-apa kok bu. Langsung saja ya? Disini mungkin dari nak Avi dan anak saya Laneya, sudah tau acara ini untuk apa dan tujuannya juga untuk apa. Saya tidak mau bertele-tele disini.” jelas Ayah Laneya sambil melirik Laneya.

“Ney, papa mau tau jawaban kamu dulu, apa kamu mau dijodohkan dengan Aa Avi?” tanya Ayah Laneya dengan sorot mata yang tajam yang tertuju pada Laneya.

Laneya menggigit bibir bawahnya, ia mengepalkan tangannya agar bisa menahan amarahnya, karena Laneya masih berdiam diri tidak mengeluarkan jawaban sedikit pun, semakin tajam sorotan mata ayah nya kepada Laneya. Mata Laneya mulai memerah dan berkaca-kaca.

Gavileo tidak tega melihat perempuan yang ada di depannya sudah mulai tertekan oleh ayahnya, akhirnya Gavileo membuka suara, “om gimana kalau Laneya dikasih waktu dulu? Kebetulan saya juga harus berbicara berdua dengan ibu saya. Boleh?”

Laneya langsung menunduk lemas, ketika ayah nya menjawab, “boleh, silahkan.”


“Ada apa aa ngajak ngobrol berdua?” tanya Ibunya.

“Ibun, aa keinget ayah. Mata Laneya tadi lagi ketakutan bun.” Gavileo melirik ke arah ibunya.

“Kayaknya, Laneya dikekang dirumah nya bun. Aa liat kakak nya juga sama, dia cuman bisa nahan gabisa lawan.” sambungnya.

“Jadi mau aa gimana? Sudah ada jawaban yang buat aa yakin?”

Gavileo mengangguk, “ada bun, aa udah jawaban nya.”

“Yaudah, ayo masuk lagi.”


Sejak umur 15 tahun, Gavileo ini bisa menilai sifat orang dengan cara melihat dari muka orang tersebut yang Gavileo nilai. Awalnya ia ragu memiliki kemampuan tersebut, namun sudah banyak orang yang selalu mengatakan bahwa penilaian Gavileo ini selalu benar, tidak pernah meleset.

“Om boleh dari saya saja jawabannya?” tanya Gavileo kepada ayah Laneya.

Ayah Laneya mengangguk, “tentu boleh.”

“Saya, Gavileo Zaresa menerima perjodohan ini. Tapi, disini saya dan Laneya mempunyai syarat juga om.”

“Apa? Syaratnya?”

“Saya mau, pernikahannya nanti, ketika saya sudah berkerja dan yang terpenting ketika Laneya sudah siap menikah tanpa paksaan dari siapapun.”

“Oke baik. Kalau itu syaratnya.” jawab Ayah Laneya.

Tepat pukul 9 malam acara itu selesai, Laneya dan Gavileo sudah resmi dijodohkan karena kedua belah pihak sudah saling setuju.

Jam sudah menunjukan pukul 2 pagi, Gavileo masih menemani Laneya yang belum bisa tertidur, Gavi duduk di sofa dan Laneya di tempat tidur.

“Kak.”

“Hmm.”

“Foto-foto kecil lo gemesin juga.”

“Lo liatin semuanya?”

“Hehehe, maaf. Gapapa kan?”

“Iya, buat lo gapapa.”

“Ney, gue gitarin sekarang ya?”

Laneya mengerutkan bibirnya dan menunduk, “jangan dimarahin kalau tetep ga tidur.”

Senyum tipis Gavi, lalu mengelus puncak kepala Laneya, “iya calon istri.” godanya.

Gavi pun mulai memainkan gitarnya, sembari menyanyikan lagu dari one direction-night change. Laneya pun tidak tinggal diam, ia sengaja merekam di instastory nya secara sembunyi-sembunyi agar tidak ketahuan oleh Gavileo.

Setelah beberapa menit, Laneya mulai mengantuk, alhasil ia menyimpan ponselnya lalu mulai tertidur. Mata Gavi tertuju pada perempuan yang ada di depannya ini sudah mulai tertidur, ia beranjak mengambil selimut lalu memakai-kan nya kepada Laneya.

Setelah itu Gavi mendekatkan diri diri nya kepada Laneya, lalu berbisik, “sleep well, Ney.”

Gavi khawatir melihat Laneya yang sedang mengatur nafasnya seperti orang ketakutan, tangan nya terus-menerus mengusap dada nya, seakan-akan ia sedang menenangkan diri nya sendiri.

Gavi menjalankan mobilnya, sesekali melirik kearah gadis yang sepertinya masih terlihat ketakutan. Gavi pun memberhentikan mobil nya disuatu tempat, sepertinya mereka sedang berada di jalan layang.

“Jangan takut, ada gue ney.” Gavi memegang kedua tangan Laneya dengan erat.

Laneya menoleh kearah Gavi dan Gavi pun membalas dengan senyum.

Setelah beberapa menit, Laneya terlihat mulai membaik. Gavi menyetel lagu Stephen Day-Autumn's Song, lalu ia menyenderkan punggunya ke kursi mobil lalu memejamkan matanya. Tangannya masih memegang tangan Laneya.

Gadis yang berada disebelah Gavi ini mengikuti dengan memejamkan matanya.

“Night with Neya.” celetuk Gavi yang masih memejamkan matanya.

Laneya pun membuka matanya setelah mendengar kalimat itu, ia pun tersenyum, “night with kak G” batin Laneya.

Gavileo bersama teman-teman nya sedang berkumpul di ruangan simulasi PBB, ruangan ini biasanya dipakai oleh mahasiswa-mahasiswi jurusan HI untuk acara atau kegiatan praktikum.

Pria yang selalu membekal kemeja hitam, untuk kuliah nya. Lalu, setelah kuliah ia lepas, sekarang sedang menjadi sorotan di ruangan tersebut karena mantan kekasih nya ini datang lalu menarik Gavileo ke pojok ruangan untuk berbicara secara empat mata.

“Kenapa?” tanya Gavileo.

Anna memegang kedua tangan Gavileo, sontak semua yang ada diruangan mulai ricuh.

“Gabisa balik lagi kayak dulu?” ucap Anna.

Gavileo menghempaskan tangan tersebut, “ga malu? ngelakuin kayak gini? depan banyak orang?”

Anna menggeleng, “dulu kamu ngelakuin hal yang lebih, kayak gini doang menurut aku ga seberapa.”

“Baru sadar?” ucap Gavileo dengan mendesis.

“Maaf.” hanya itu yang bisa Anna keluarkan dari mulutnya.

Tiba-tiba, ponsel Gavileo berdering, “neya?”, ketika Gavi akan mengangkatnya telfon nya pun terputus. Lalu ada pesan masuk dari Laneya.

“Bisa kerumah ga kak?”

“Ajak aku kemana aja, tapi nanti aku kasih lewat pintu mana nya.”

Setelah melihat pesan tersebut, Gavi segera bergegas untuk kerumah Laneya. Namun, ditahan oleh Anna, “mau kemana?”

Gadis dengan rambut yang dikuncir satu dan memakai kemeja navy ini sedang duduk sambil mengotak-ngatik ponsel nya. Lalu datang seorang pria memakai kaos hitam polos dan celana jeans untuk duduk bersamanya.

“Papa pulang ya?” tanya Nelson sambil memberikan satu gelas teh manis hangat kesukaan adiknya ini.

Laneya mengangguk, lalu meneguk teh manis hangat tersebut,“makasih kak, teh nya.”

“Gue ngurus dulu ke kasir ya, Ney? Gapapa?”

“Gapapa, semangat Kak Nels!”

Nelson mengacungkan jempol nya lalu tersenyum dan pergi meninggalkan Laneya yang masih duduk sambil memainkan ponsel nya.

Tiba-tiba ada seorang pria asing duduk di meja nya Laneya,“Laneya? Sendiri aja nih?”

“Eee.. iya..” jawab Laneya dengan kikuk. Pria itu mengulurkan tangan nya, “boleh kenalan?”

Laneya sebenarnya sudah merasa risih dan ingin sekali berteriak kepada Nelson, namun Nelson pun sedang sibuk di kasir nya, karena kebetulan pelanggan nya mulai berdatangan.

Ketika, Laneya akan membalas uluran tangan tersebut ada satu pria yang datang dan malah membalas uluran tangan pria yang mengajak Laneya berkenalan,“Nama gue, Gavileo.”

Pria tersebut dan Laneya pun sontak terkejut,“kak G?”

“Iya sayang? kamu digangguin?”

Mata Laneya membelalak, lalu mencubit tangan Gavileo,“kakk!”

Gavileo menghiraukan Laneya, dia hanya menatap tajam mata pria yang sudah menggoda Laneya,“lo mau disini? bareng cewe gue?”

Pria itupun beranjak dan pergi meninggal Gavileo dan Laneya.

“Kak G, ngapain sih bilang gitu?” Gavileo tidak menjawab pertanyan Laneya, dia berbalik badan lalu pergi keluar bersama ketiga teman nya.

Momen terakhir Jeziel merawat Maudy ketika dirinya sakit. Benar-benar membekas pada Maudy. Karena besoknya Jeziel pamit pergi untuk pertandingannya. Namun, takdir berkata lain. Jeziel menyusul bunda nya. Pada perjalanan pertandingan tersebut mobil Jeziel beserta pelatihnya mengalami kecelakaan.

Sekarang tepat 2 tahun Jeziel meninggalkan Maudy untuk selamanya. Maudy dan Genta sedang berada di makam Jeziel hari ini.

“Jiel, apa kabar? udah 2 tahun kamu pergi. Udah 2 tahun juga aku ngga bisa buka hati buat siapa-siapa.”

“Jiel, Genta sekarang udah jadi atlet yang punya nama di Indonesia. Dia mirip kamu sekarang, pasti kamu bangga sama dia.”

Isak tangis, Maudy semakin terdengar oleh Genta, “kak.. udah..” Genta mengelus punggung Maudy.

“S-susah, aku susah lupain kamu.”

“Semalem aku mimpi lagi awal pendekatan kita gimana, lucu ya kita, gara-gara kolor kamu itu, kita jadi pacaran.”