jenayspace


“Kak, aku seneng akhirnya bisa ke aquarium raksasa!”

“Bentar, kamu sini coba mukanya.” ujar Gavileo sambil mengeluarkan tissu lalu mengelap keringat yang ada di wajah Laneya.

“Tetep cantik.” celetuk Gavileo, wanita yang dipuji nya ini langsung mencubit tangan Gavileo, “bisa ngga jangan bikin jantungan dulu akunya?”

Gavileo terkekeh, “ngga.”

Akhirnya mereka masuk kedalam aquarium raksasa itu. Mata Laneya berbinar, melihat banyak ikan yang ada di atas kepalanya, “waw.” ucapnya.

“Kamu kok tumben banget ajak aku kesini?” tanya Laneya.

“Kemarin, aku ngga sengaja liat brosur gitu kan bareng Jauzan, dia juga tadinya mau kesini, cuman pas tau aku mau ajak kamu dia ngga jadi, katanya takut jadi nyamuk.”

Laneya menganggukan kepala, “makasih ya kak, aku seneng banget, bisa liat temen aku.”

“Temen kamu?”

“Kan ikan temen-temen aku, Laneya dan para ikan!!!!”

Gavileo tertawa lepas karena tingkah laku Laneya disini seperti anak kecil yang sangat senang sudah diberi eskrim satu bungkus.

Mereka pun melihat pertunjukan tersebut, “kak.” Tiba-tiba Laneya membuka suaranya.

“Hmm?” Gavileo menoleh.

“Gimana sama Anna dan Kak Erick, baik-baik aja kan?”

Gavileo tersenyum samar, “kamu ngga apa-apa nanya Anna kayak gini?”

“Ngga apa-apa. Justru aku pengen tau.”

“Udah ga ganggu aku lagi, dia juga ngga ganggu waykaze lagi. Tapi, kalau emang dia bakal ganggu lagi, aku bakal lawan, ngga akan lari lagi kayak dulu.”

“Kalau sama Kak Erick?”

“Biasa aja.”

“Bener?”

“Iya, bener.”

Laneya mengangguk mengerti lalu melanjutkan untuk melihat kembali ikan-ikan yang sedang mengelilinginya.

Ketika ia mulai serius melihat, Gavileo membuka suaranya, “kalau kamu?”

“Aku? Aku kenapa kak?” tanya Laneya heran.

“Keluarga dan karir kamu jadi atlet, gimana?”

Laneya tersenyum, “kalau sama keluarga aku ya tentunya kakak tau, aku dan Kak Nelson udah bahagia banget, punya keluarga yang ga pernah ribut lagi. Kalau karir aku itu, aku jadiin pelajaran aja,” ucapnya sembari menoleh ke arah Gavileo, “keterpaksaan aku menjadi atlet renang sekarang jadi kebanggaan aku ke orang-orang kalau aku itu hebat jadi atlet. Dulu, semasa aku masih sekolah, ruang lingkup aku cuman latihan, sekolah, rumah terus aja kayak gitu, aku ngga ada waktu main sama temen, aku harus ngorbanin masa main aku buat latihan renang. Tapi, setelah aku jalanin itu semua, aku sadar, aku berjuang kayak gitu karena demi kebaikan aku untuk dimasa yang akan datang. Dan, sekarang aku ngerasain hasil kerja keras aku dari waktu aku masih kecil.” tutur Laneya.

Gavileo mengelus puncak kepala Laneya, “anak pinter.” lalu tersenyum, “aku sayang kamu, Laneya.”

“Aku sayang kakak juga, eh, Kak itu, ikan pari nya gede.”

Gavileo hanya mengangguk, lalu memotret Laneya secara diam-diam.

Selesai mereka masuk ke aquarium raksasa itu, Gavileo menyuruh Laneya menutup matanya.

“Ngapain, kak?”

“Bentar.”

“Pokoknya itungan ketiga kamu baru boleh buka mata ya.”

“Okay.”

“1”

“2”

“3”

Laneya pun membuka matanya, “tadaaaa!! boneka lumba-lumba buat aku sama kamu.” ucap Gavileo dengan sumringah sambil memberikan satu boneka lumba-lumba berwarna pink kepada Laneya.

“Yang pink punya kamu, dan ini yang biru punya aku.”

Laneya benar-benar tidak bisa berbicara lagi, ia sangat bersyukur telah dipertemukan dengan lelaki ini, “makasih kak, makasih banyak udah bahagiain aku dengan cara kamu sendiri.”

“Jangan bilang makasih, udah kewajiban aku buat ngebahagiain kamu.”

Laneya segera memeluk Gavileo dengan cepat, “i looooove you, kakak!!!

I love you moooore, Laneya.


jangan lupa membaca narasinya sambil setel lagu ayah-seventeen

Laneya dan Nelson turun kebawah untuk menemui orang tuanya. Papah nya segera memeluk anak perempuannya ini, begitupun mama nya memeluk anak lelakinya, Nelson.

“Maafin papah. Maafin papah ya Ney, dari kecil hidup kamu sudah papah atur, papah gapernah dengar keinginan kamu apa, papah gapernah tau keadaan badan kamu atau hati kamu yang sebenarnya gimana, selama beberapa tahun semenjak kakak kamu Nadia meninggal, papah dan mamah jahat sama kalian berdua.”

Laneya dan Nelson secara bersamaan melepaskan pelukan dari keduanya.

“Mamah juga minta maaf, selama ini hanya bisa diam, tidak membela kalian. Mamah minta maaf, Nel, Ney. Mama tau kalian kecewa.”

“Harusnya papah yang bisa nopang kalian kalau lagi sedih, maafin papah,” ucap Rojer terisak, “papah emang ayah yang gagal bagi kalian.”

Laneya dan Nelson bersamaan memeluk ayah nya —mereka memang kesal, tetapi mereka tidak pernah sampai membenci Rojer, mau bagaimanapun juga Rojer adalah ayah mereka.

Nelson memegang tangan mamah nya lalu menariknya, agar mamah nya juga ikut berpelukan bersama.

“Papah jangan bilang gitu.” jawab Laneya dengan nada yang bergetar.

“Papah hanya ingin jaga kamu, Ney. Jaga dari lelaki yang jahat. Papah takut kejadian Nadia, terulang lagi dan itu kepada kamu. Ney, maafin papah. Cara papah menjaga kamu memang salah. Seharusnya dimasa muda mu ini, papah lebih dekat dengan kamu. Bukan dengan cara mengekang kamu, tapi papah harus dekat dengan kamu.”

“Nelson, maafkan papah juga. Papah takut karena kamu menjadi lelaki brengsek seperti mantan Nadia yang dulu. Makanya papa serba mengatur semua urusan kamu. Cara papah mendidik kamu juga salah bukan dengan seperti ini. Bahkan papa ga peduli terhadap kamu, maafkan papah ya Nelson, papah hanya ingin membuat kamu menjadi lelaki yang kuat dan baik. Tapi, cara papah yang salah, sekali lagi papah dan mamah minta maaf kepada kamu dan Laneya.” ujar Rojer sudah bukan terisak lagi, tapi ia menangis dengan sejadi-jadinya.


“Jangan diem-dieman gini dong. Mana rumah kamu ini didepan banget. Aku masih kangen.” ucap Gavileo memecah keheningan.

Perempuan nya yang ada disebelahnya itu menoleh, “apa sayang?”

“LANEYA!”

“Kok kamu teriak kak?”

“Tadi kamu bilang sayang.”

Laneya tertawa kecil, “kan sama pacar sendiri, wleeee!”

“Eh iya, Ney.” panggil Gavileo, “aku punya hutang janji kan sama kamu?” sambungnya.

“Hah? Emang ada ya?”

Gavileo langsung memeluk Laneya dengan erat, “iya ini janjinya, peluk kamu yang lama.” Gavileo memejamkan matanya lalu mengelus-ngelus rambut Laneya, “jangan dilepas ya.”

Laneya membalas pelukannya Gavileo ini, lalu mengangguk, “iya, ngga.”

“Ney, makasih ya? makasih udah nunggu aku, makasih karena kamu udah hadir dalam hidup aku.”

“Harusnya aku yang makasih sama kakak. Berkat kakak, keluarga ku mulai berubah dan papah sama mamah katanya mau ketemu aku sama Kak Nelson malem ini.”

Gavileo tersenyum, “kamu seneng ga?”

“Banget!”

“Tapi serem hahaha, nggak biasanya mereka kayak gitu.” sambungnya.

Mereka masih dalam posisi saling memeluk, “nyaman.” celetuk Gavileo, setelah itu Gavileo melepaskan pelukannya lalu mendekatkan wajahnya kepada Laneya, spontan Laneya menutup matanya.

Gavileo mengecup kening Laneya, “punya Gavileo,” disambung mengecup pipi kanan dan kiri, “ini juga punya Gavileo,” setelah itu ia mengusap bibir Laneya dengan ibu jarinya, “ini juga punya Gavileo, tapi nanti ya aku ciumnya.”

“Udah, gausah merem lagi matanya. Akunya udah jauh kok dari wajah kamu.”

Laneya membuka matanya, “kakak!”

“Kenapa? Mau lagi?”

Laneya memukul pundak Gavileo, “nakal.”

Gavileo terkekeh, “yaudah gih masuk, tuh Kak Nelson nungguin.”

Laneya mengangguk, “aku masuk kerumah yaa, kakak hati di jalan, jangan ngebut, oke?!”

“Eh, Ney, bentar deh. Kita harus memperbaharui hubungan kita dulu.”

“Maksudnya?”

“Nama kontak kamu di aku, begitupun aku di kamu, kita rubah ya?”

“Oh jadi saling ganti nama kontak memperbaharuinya?”

“Betul sekali cantik. Sini hp kamu.”

Laneya memberikan ponsel nya kepada Gavileo, begitupun sebaliknya.

Setelah selesai saling mengubah nama kontak di ponsel nya masing-masing Laneya pamit kepada Gavileo.

“Aku masuk dulu kak, inget kata aku tadi, jangan ngebut ya?”

“Iya cantik, i love you.”

“I love you more, kak.”


Pagi itu, Gavileo datang menemui Rojer ayah nya Laneya. Rojer memberitahu kepada Gavileo untuk berbincang di rooftop kantornya saja.

Sudah terlihat, Rojer sedang duduk membaca koran sembari meneguk kopi hangatnya.

“Om.” sapa ramah dari Gavileo kepada Rojer.

“Duduk saja langsung.” jawab Rojer sambil menyimpan koran nya ke meja yang ada di depannya.

Gavileo harus mengatur emosinya karena baru awal saja, raut muka Rojer sudah membuat Gavileo naik darah.

“Ada apa?” tanya langsung tanpa basa-basi Rojer kepada Gavileo, “saya hanya punya waktu sebentar.”

Gavileo menghela nafasnya dengan berat, “saya dulu sering diajak ayah main ke tempat yang saya suka. Ayah saya selalu tanya bagaimana kabar saya, bagaimana sekolah saya, hobi saya apa. Sederhana tapi membuat saya merasa disayangi oleh nya.”

“Maksud kamu?” tanya Rojer heran.

“Apa om seperti itu kepada anak-anak om?”

“Apa om pernah tau isi hati anak-anak om?”

“Termasuk isi hati dari Kak Nadia, kakak dari Kak Nelson pun juga Laneya?”

Gavileo mendesis, “sepertinya tidak ya om.”

“Jaga ucapan kamu, Avi.”

“Apa om pernah tau, apa yang Kak Nadia rasakan waktu dulu, sampai dia bisa sakit dan akhirnya meninggal?”

“Dia meninggal karena pacarnya itu!”

Gavileo menggeleng, “urusan meninggal itu hanya Tuhan yang tau om, tapi om tau penyakit tipes itu karena apa? Apa om tau Kak Nadia itu stres dirumah nya?”

“Menurut beberapa artikel yang saya baca, stres bisa menyebabkan tipes dengan cara melemahkan sistem kekebalan tubuh seseorang. Saat seseorang sedang stres, kemampuan sistem imun untuk melawan antigen berkurang, sehingga menyebabkan seseorang itu rentan terserang infeksi, termasuk infeksi bakteri tipes.” sambungnya.

“Jangan sok tahu kamu, Avi! Kamu tidak satu rumah dengan saya.”

“Tapi saya tau dari seseorang yang satu rumah dengan om, masih mau mengelak?”

“Saya tidak pernah merasa membuat semua anak saya tertekan bahkan sampai stres.” jawab Rojer tidak mau kalah.

“Ya, karena om itu egois. Om itu trauma, trauma dengan masa lalu om. Om dulu tidak pernah menge-kang Laneya dan Kak Nelson. Tapi, semenjak Kak Nadia meninggal, om berubah secara drastis. Trauma yang om rasain sama dengan saya, ketika saya ditinggal ayah saya.”

“Saya dulu tertutup, tidak mau terbuka dengan orang lain. Hal yang selalu saya pikirkan itu merubah diri saya menjadi lebih baik tapi ternyata tidak, saya terlalu egois dan berdampak menjadikan saya jauh dengan orang-orang yang saya sayangi. Dan, anak perempuan om, Laneya, bisa merubah saya om, Laneya bisa membuat saya damai dengan masa lalu saya.”

Usually i always run because i'm afraid, but now i can face it and fight that fear.” sambung Gavileo.

Rojer masih diam.

“Begitupun dengan om, maaf disini saya bukan mengajari om, namun kita ngga ada yang tau kan om seberapa kuat Laneya dan Kak Nelson menghadapi sikap dan sifat om. Jangan sampai terlambat lagi seperti om kehilangan Kak Nadia.”

“Seperti yang saya bilang, disini saya tidak meminta untuk om merestui saya atau menjodohkan saya kembali dengan anak om yaitu Laneya, tapi disini saya memohon dengan sangat kepada om jadi ayah yang baik dan bijak. Agar, saya bisa melepaskan Laneya dengan sepenuhnya tanpa ada rasa khawatir.”

Gavileo berdiri, “hanya itu yang ingin saya sampaikan kepada om. Jika memang perlu saya berlutut agar om berubah, saya akan lakukan itu. Saya hanya ingin Laneya baik-baik saja tanpa saya, om.”

“Permisi om, saya pamit pulang.” Gavileo berbalik dan berjalan pulang, karena tujuan ia memang hanya itu, hanya menyampaikan itu, tidak lebih.

Setelah Gavileo berjalan beberapa langkah, Rojer menahannya, “Avi, tunggu.”

Gavileo menoleh, “iya om?” Rojer menghampiri Gavileo lalu segera memeluk nya, “om memang salah, om takut.” ujar Rojer dengan sedikit terisak.

“Maaf ya, Avi.”

“Dan, terimakasih omongan kamu tadi buat om mikir dan sadar, om memang ayah yang gagal.”

“Belum gagal, om masih bisa memperbaikinya sekarang, detik ini om.” jawab Gavileo.

Rojer melepaskan pelukannya, “Miles pasti bangga punya anak lelaki seperti kamu,” ucapnya mengelus rambut Gavileo, “saya izinkan kamu untuk kembali bersama Laneya, ya, Avi.”


Jangan lupa baca narasi nya, sambil dengerin lagunya Afgan – Untukmu Aku bertahan yaaa.

Laneya segera mengetuk kamar Nelson meminta untuk mengantarkan nya kerumah Gavileo, “kak please, anterin aku biar mamah sama papah ga curiga.”

“Iya-iya, yaudah kakak siap-siap dulu ya. Kamu tunggu diluar.”

“Oke.”

Selang setengah jam Laneya sampai dirumah Gavileo, ibu nya Gavileo tentunya sangat senang dengan kedatangan Laneya dan Nelson.

“Kak Gavi nya ada dimana bun?”

“Kamarnya, masuk aja gih.”

Laneya mengangguk dan segera masuk kedalam kamarnya Gavileo.

“Kak..”

Gavileo yang terlihat Laneya masih terbaring tidur menghadap tembok kamarnya.

“Kak Gavi...”

“K-kak..”

Gavileo membalikan badannya lalu spontan duduk karena terkejut, “Ney?”

“Beneran Ney? Atau cuman aku yang halu?”

Laneya datang menghampiri Gavileo dan duduk disebelahnya, “kak, apa kabar?”

“Kak, aku kangen.”

“Kak, aku khawatir sama kakak, kakak ngga balas chat aku, kakak juga ngga ada dikampus, aku sempet cari ke fakultas kakak, tapi ngga ada—” Laneya berhenti berbicara karena lelaki yang ada dihadapannya ini seperti sedang menangis.

“M-maaf.” ucap Gavileo yang masih menunduk.

“A-aku pengecut, Ney.”

“Can i hug you?” tanya Gavileo.

Tanpa aba-aba Laneya segera memeluk Gavileo, tangisan Gavileo pecah pada saat Laneya memeluk nya.

“Ney, tunggu sebentar ya, aku ngga akan ninggalin kamu. Aku disini, ngga kemana-mana. Maaf, untuk malam ini aku jadi Gavileo yang lemah.”

Laneya mengelus punggung Gavileo, “nangisin aja kak, ngga apa-apa kok, keluarin semuanya ada aku disini.”

“Ney, aku ngga pernah ninggalin kamu.” ucapnya lagi.

Laneya menahan tangisnya, “iya, aku percaya sama kakak.”

“Pertanyaan papah kamu itu, ngingetin sama kejadian aku waktu dulu, dimana Anna ngasih pertanyaan yang sama, aku harus pilih dia atau waykaze. Karena aku ngga sempat mikir panjang dan karena dulu aku sayang sama dia, aku milih dia, Ney. Dan ternyata pilihan aku itu salah. Dari sana mimpi buruk aku dimulai. Ney, aku minta maaf. Aku takut sama masa lalu ku, tapi karena ada kamu, aku ngerasa semua itu harus dilawan, aku harus kuat.” ujar jelas Gavileo yang masih dalam pelukan Laneya.

“Ney, bertahan tanpa aku dulu ya?”

“Aku janji, bakal selesain ini semua, aku janji bakal kembali sama kamu.”

Laneya masih diam, ia menggigit bibir bawahnya dan matanya mulai memerah.

“Lagu itu buat kamu, lagu yang aku cover itu tujuannya buat kamu, karena aku ngga berani ketemu kamu langsung, karena bakal kayak gini, Ney.”

“Laneya, aku minta maaf.”

Laneya melepas pelukannya dengan pelan, “ngga, kakak ngga salah. Jangan minta maaf.”

Gavileo memberanikan diri menatap Laneya, “tunggu aku ya, tunggu aku buat kita bisa sama-sama lagi.”

“Eh, Ney. Sebentar gue matiin dulu rokoknya.” ucap Jargas yang sudah melihat kedatangan Laneya.

“Duduk aja, gausah takut.” sambung nya.

Laneya masih berdiam diri tidak buka suara. Agak beda rasanya jika bersama Jargas.

“Ney.”

Yang tadinya ia sedang memainkan ponselnya, Laneya spontan melihat ke arah Jargas, “iya?”

“Santai aja gausah takut gitu.”

Laneya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, “hehehe tau aja kak.”

Jargas terkekeh, “keliatan jelas.”

“Ohiya, ada apa kak tumben banget ngajak ketemuan?”

“Gavileo.”

“Hah?”

“Gavileo Zaresa, dulu dia anaknya pendiem. Lebih tertutup, Ney. Dia selalu lari dari masa lalunya,” Jargas meneguk kopinya, “lebih tepat nya penakut.” sambungnya.

Laneya masih diam karena ia masih ingin mendengarkan apa yang dikatan oleh Jargas.

“G itu nama yang dikasih oleh mendiang ayah nya.” Jargas tertawa kecil, “dulu dia ngga suka dipanggil G doang.”

“Dan lo harus tau, Ney. Kalau dia gapernah mau chatingan sama Maverick apalagi sama Anna mantannya. Gavileo itu penakut, contohnya kalau misalkan seseorang yang ada di masa lalu nya datang, dia pasti kabur. Tapi, yang gue anehin, semenjak dia kenal lo, dia berani ngelawan masa lalunya.”

“Dia berani ngelawan Anna, dia berani ngelawan Maverick bahkan sampe nonjok mukanya, Gavileo yang sekarang bukan penakut lagi, dia pemberani.” sambung nya.

“Gue nggak mau terlalu buka-bukaan tentang dia. Tapi, dengan ini lo ngerti. Bahwa, Gavileo butuh lo.” Jargas beranjak berdiri, “gue duluan ya, anter nyokap arisan dulu.” lalu pergi berjalan meninggalkan Laneya yang masih duduk mencerna perkataan Jargas tadi.


“Juara satu 50 meter gaya dada putri adalah Laneya Genevi dari Grey Swimming club. Dengan catatan waktu 31,06 detik.”

Laneya pun menaiki podium, ia dikalungkan medali oleh gubernur Jawa Barat, “selamat ya nak, harus berprestasi terus!” sembari bersalaman.

Laneya mengangguk, “makasih pak.” lalu tersenyum.

Mereka pun foto bersama para juara. Dan di dekat podium ini ada Gavileo yang memotret Laneya. Gadis ini pun turun dari podium lalu menghampiri Gavileo, “selamat sayang.” Gavileo mencubit pipit Laneya, “jagoan aku emang hebat.”

Laneya senang karena masih ada Gavileo yang menunggunya.

“Jalan-jalan yu, sekalian rayain kemenangan aku.” ajak Laneya.

Raut wajah Gavileo berubah seketika.

“Kamu kenapa?” tanya Laneya.

“Sayang, kamu langsung pulang ya? Dianter sama Erick.”

“Loh?”

“Ayo, Ney.” ucap Maverick yang menghampiri Laneya dan Gavileo.

“Kok ngga sama kamu?”

“Sama Erick dulu ya?”

Laneya menggeleng, “aku gamau pisah dari kamu, nanti kamu berubah lagi cuekin aku.”

Gavileo benar-benar tidak tega melihat gadis nya ini yang sepertinya hampir menangis, “maaf.” cuman itu yang bisa Gavileo ucapkan.


Laneya sudah dipanggil oleh David untuk turun kebawah ke tempat pemanggilan atlet. Jantung nya sekarang benar-benar sedang berdegup kencang. Karena hari ini ia memulai lagi karir nya, nama Laneya Genevi sudah terpampang jelas ada dibuku acara. Banyak orang yang sudah tau Laneya Genevi turun kembali menjadi atlet. Jika ditanya, susah atau tidak Laneya berada di posisi ini, dimana dia sudah dikenal dan ditakuti banyak orang setiap pertandingan, tentu saja susah. Ia banyak melewati rintangan-rintangan tentu nya itu tidak mudah. Ia harus merelakan masa bermainnya ketika pulang sekolah karena setiap pulang sekolah Laneya harus latihan berenang, tidak boleh di skip, jika sehari saja ia skip latihan nya maka tenaga nya akan turun drastis. Ia juga sampai harus merasakan berkali-kali sakit tipes dan maag. Jadi atlet renang itu tidak mudah.

“Kamu pasti bisa, Ney. Semangat.” ucap David.

Laneya mengangguk. Sebenarnya ia masih menunggu kehadiran Gavileo, namun ia tidak boleh egois. Hari ini adalah hari nya, hari dimana ia menunjukan ke semua orang bahwa Laneya Genevi masih sama seperti dulu, tidak terkalahkan.

“Laneya Genevi.” panggil salah satu panitia disana.

Laneya pun mengacungkan tangannya, “saya.”

“Silahkan duduk dikursi lintasan empat ya.”

Lintasan empat, lintasan yang selalu dijuluki lintasan perenang tercepat. Jika ada atlet yang berada di lintasan empat maka artinya atlet itu selalu ditakuti, apalagi jika atlet tersebut juga berada seri akhir.

Laneya terus berdoa dan mengatur nafasnya agar tidak terlalu deg-degan.

“Ney.”

“Ney plis jangan halu, gue tau lo kangen kak G. Tapi jangan sampe kepikiran sampe ada suara nya dia kayak yang manggil lo. Fokus, Ney, fokus.” batinnya.

“Ney!”

“Astagfirullah, kedua kalinya ini gue ngedenger kak G manggil gue.” batinnya.

“Laneya, balik kebelakang dulu.”

Setelah mendengar itu, Laneya segera berbalik kebelakanh, “KAK GAVI?” dengan teriaknya Laneya membuat semua orang melihat kepadanya, ia pun spontan menutup mulut dengan kedua tangannya.

Gavileo mengangguk sambil tersenyum dan melambaikan tangannya agar Laneya menghampirinya.

Semua atlet yang berada disana tersontak kaget, karena salah satu anggota waykaze ada disini.

“Kak G, ganteng banget gila.” “Oh ini pacarnya kak G, gila sih. Laneya kan perenang hebat bisa dapetin salah satu anggota waykaze juga, hidupnya udah sempurna, dah.” Itulah bisikan-bisikan ketika Laneya akan menghampiri Gavileo.

Gavileo langsung memeluk Laneya dengan erat, “i miss you. Padahal semalem baru ketemu.”

Laneya membalas pelukannya, “i miss you too, kak. Aku kira kamu ngga akan dateng.”

Gavileo mengecup puncak kepala Laneya, “aku ga lupa sama janji aku ke kamu. Aku bukan pria yang ingkarin janji nya sayang,” Gavileo melepas pelukannya, lalu memegang kedua pundak Laneya, “cantik yang malem lupain dulu ya? Fokus dulu sama yang sekarang tunjukin kalau kamu jagoan cantiknya Gavileo, oke?”

Laneya benar-benar ingin menangis sekarang, benteng pertahanan nya runtuh, “maaf, mata aku pipis.”

Gavileo terkekeh, lalu mengusap pipi Laneya, “jangan nangis. Jagoan aku kan hebat. Gih kesana lagi, bentar lagi tuh.”

Laneya mengangguk, “aku kesana dulu ya.”

“Iya gih. Semangat jagoan!” ucap Gavileo sambil mengangkat tangannya lalu dikepalkan.


Malam yang di nanti-nanti Gevano akhirnya tiba, keluarga Gavileo dan Laneya sekarang sedang berada di meja makan, Rojer ayah Laneya sangat terlihat ceria malam ini, begitupun Mia ibu dari Gavileo pun sama.

Banyak topik yang mereka bicarakan pada saat makan malam tersebut, setelah makan malam selesai, seperti biasa Rojer ayah Laneya ini mengajak keluarga Gavileo untuk berkumpul di ruang TV, niatnya sambil berbicara bagaimana rencana kedepannya untuk Gavileo dan Laneya.

“Saya sangat senang melihat anak saya dan anak ibu mia bisa sampai ke tahap berpacaran.” ucap Rojer sambil meneguk kopi nya.

Mia merespon dengan senyum, “betul sekali pak, saya juga.”

“Disini saya boleh bertanya kepada nak Avi?”

Gavileo dengan spontan mengangguk, “tentu boleh, om.”

“Saya dengar nak Avi ini anak band betul?”

“Betul om.”

“Gimana ya saya bilang nya, to the point saja ya, apa tidak apa-apa?”

“Ngga apa-apa kok, om. Silahkan aja.”

“Apa kamu bisa berhenti dari band mu itu?”

“Maksud om saya keluar dari band saya sendiri?”

Rojer mengangguk, “betul, lebih baik kamu fokus kepada perusahaan mendiang ayah mu, menurut om.”

Rahang Laneya mulai tercekat dan mengeras, bisa-bisa nya ayah nya ini mengatur hidup pasangannya juga. Nelson mengelus-ngelus tangan Laneya agar sabar terlebih dahulu, untuk tidak terpancing emosi oleh perkataan ayah nya ini.

“Kenapa ya om? Maksudnya ada alasan lebih spesifik lagi? atau lebih jelas?” tanya Gavileo yang masih sabar walaupun sebenarnya ia emosi, karena ayah nya Laneya ikut campur ke dalam hobi nya ini.

“Anak band biasanya ngga bener, tapi saya percaya kamu anak baik.”

“Yasudah kalau gitu, berarti aman-aman saja kan om, kalau om percaya saya anak baik.”

“Iya hari ini saya percaya sama kamu, tapi kita kan ngga tau kedepan nya nak Avi.”

“Maksud om?”

“Saya tetap ingin kamu berhenti dari band kamu itu sebelum kamu menikahi anak saya Laneya.”

Laneya sudah muak dengan situasi ini ia pun mulai memberontak, “cukup papah. Udah cukup papah atur hidup aku, tapi aku mohon sama papah, jangan atur juga hidup calon suami aku pah.”

“Anak band ngga bener, Ney. Buktinya kakak perempuan kamu itu Nadia, meninggal karena pacaran sama anak band. Papah nggak mau kejadian itu terulang lagi.”

“Pah, stop jangan bawa-bawa kak Nadia, dia udah meninggal, dia udah istirahat di atas sana. Jangan dibawa-bawa lagi.” Nelson angkat suara.

Gevano yang mulai takut dengan situasi ini, ia lebih memilih untuk menunggu diluar.

“TAPI PAPAH NGGAK MAU KALAU LANEYA MENIKAH DENGAN ANAK BAND!” sentak Rojer kepada Nelson.

“Kak Nadia meninggal karena sakit typus nya pah, bukan karena pacarnya itu, disini dia banyak tekanan pah, tekanan dari papah, sekarang aku jadi atlet aja ini harusnya kak Nadia kan, bukan aku. Tapi papah atur aku, semua yang harusnya kak Nadia yang dapet ini, malah aku yang jadi tumbal keegoisan papah!” sanggah Laneya dengan nada bicara yang sudah mulai bergetar.

“Tidak mungkin, Nadia dulu baik-baik saja sebelum mengenal pacar nya itu.” timpal Rojer.

“Mamah juga diem aja. Mamah takut apa gimana sih? mah aku sama Kak Nelson butuh mamah. Tapi mamah tuh seakan-akan seperti tidak mempunyai anak, mamah itu sangat acuh dan papah itu sangaaaaat egois.” jawab lagi Laneya dengan mata nya yang sudah memerah.

“Sekarang keputusan terakhir dari papah, saya mau tanya sama kamu nak Avi, lebih memilih keluar dari band mu itu yang nama band nya waykaze itu atau lebih memilih waykaze dan kamu tidak jadi menikah dengan Laneya. Semua ada dipilihan kamu.”

“PAPAH CUKUP APA-APAAN SIH!”

“Diam kamu, Laneya.”

Nelson menahan Laneya lalu mengelus punggungnya, “tahan dulu.”

“Cepat jawab.” perintah Rojer kepada Gavileo.

Gavileo menghela nafas, “Saya memilih waykaze. Ayah saya saja mendukung saya jadi musisi dan membuat band ini juga saran dari ayah saya sendiri. Saya nge-band untuk menghilangkan penat saya.”

“Oke ternyata Avi lebih memilih band nya, maka dari itu perjodohan ini kita batalkan.”

Laneya menunduk lemas, ayah nya ini memang jahat dan sangat egois.

“Saya kecewa dengan om,” ucap Gavileo dengan suara beratnya, “permisi om, tante, Laneya dan Kak Nelson, saya dan ibu saya pamit pulang.” ucap Gavileo membawa Mia ibunya dan Gevano yang sudah diluar untuk pulang kerumah.

Setelah Gavileo, Ibunda dan Gevano nya pulang, Laneya memberontak lagi.

“Puas pah? puas papah batalin ini seenaknya? jodohin dengan seenaknya juga?? Puas pah?? puas anaknya nangis gini karena ulah ayah nya.”

“Dari kecil pah, aku kayak gini, dan sekarang udah saatnya aku berani ngomong sama papah. Kalau papah itu egois, ngga sayang sama Laneya.” ucap jelas Laneya yang sudah mulai menangis.

Dan malam ini perjodohan Laneya dan Gavileo resmi dibatalkan.


Suara gemuruh motor mulai terdengar oleh Laneya, ia bersiap-siap untuk menemui Gavileo, “ini kok suara motor nya banyak ya? apa perasaan gue doang?” batinnya.

Laneya pun keluar rumah nya lalu melihat ada Jargas, Rama dan Jauzan juga disana.

“Kak G? ini bareng anak waykaze juga?” tanya Laneya sembari menghampiri Gavileo.

Gavileo mengangguk, “main sama temen-temenku juga ya? Gapapa kan?”

“Kita nggak ngigit kok, Ney.” celetuk Jauzan.

“Paling godain dikit.” timpal Jargas.

“Berurusan sama gua lu semua, kalau ada yang godaain cewe gua.” timpal lagi Gavileo tidak mau kalah.

Jargas, Rama dan Jauzan tertawa puas, “santai aja anjir.” ujar Jauzan.

Empat motor sekarang sedang melaju jalan daerah Lembang. Tentu saja, Laneya dibonceng oleh Gavileo, suasana Lembang yang dingin membuat Laneya semakin memeluk Gavileo, “dingin kak, gapapa kan aku peluk?”

Tanpa jawaban, Gavileo hanya mengelus kedua tangan Laneya agar tidak kedinginan.

Mereka berhenti sejenak, Jargas, Rama dan Jauzan mencari Indomart sekitaran sana. Gavileo dan Laneya duduk melihat pohon-pohon dan gunung-gunung yang terlihat jelas jika melihat nya di daerah Lembang.

“Masih dingin?”

Laneya menggeleng, “nggak.”

“Dulu, aku sering jalan-jalan ke Lembang gini sama ayah. Nggak jelas sih emang jalan-jalan doang, tapi buat aku itu kenangan sama orang nya. Dan sekarang aku ajak kamu sama Waykaze, dan itu buat aku seneng, aku punya kenangan baru disini, nggak hanya tentang ayah doang. Tapi, sekarang tentang kamu dan Waykaze.”

“Waykaze berarti banget buat kamu ya kak?”

“Awalnya nggak, karena aku kira mereka tempat disaat aku lagi gabut doang,” Gavileo tertawa kecil, “ternyata mereka selalu ada buat aku. Semenjak ayah aku meninggal, aku ngerasa Waykaze itu keluarga aku juga,” Gavileo menoleh, “dan sekarang ada kamu. Kamu bagian dari hidup aku juga.” Gavileo mengelus pipi Laneya.

“Jangan buat wajah aku merah!”

Gavileo terkekeh, “aku belum pernah peluk kamu yang lama ya, Ney?”

Laneya sontak kaget dengan pertanyaan Gavileo.

“Nanti ya, selepas event renang kamu selesai. Nanti aku bakal peluk kamu yang lama. Aku janji.”

Laneya menunduk malu, “kakak ih apaan sih.”

“Makanya harus juara ya? lusa nanti. Hadiahnya dipeluk aku yang lama kalau juara.”

Jauzan, Jargas dan Rama hanya melihat momen Laneya dan Gavileo di belakang, mereka tidak berani menggangu sepasang kekasih yang sepertinya terlihat sedang deep talk.

“Kamu tau ngga? aku ngga pernah ciuman sama siapa pun. Kecuali sama ibun itu juga terakhir waktu kelas 3 SMP.”

“Boong banget.” jawab Laneya dengan nada meledek.

“Eh beneran. Dan, aku mau kamu yang jadi firts kiss aku. Tapi, nanti kok Ney. Tenang aja, ngga sekarang.”

“Kak Gavi itu penuh kejutan yang aku ngga habis pikir kalau kamu ini nyata dan ada di kehidupan aku.” ucap Laneya

“Dan kamu perempuan yang hebat bisa buat aku sejatuh ini sama kamu.” timpal Gavileo yang ingin memeluk Laneya detik itu juga namun ia tahan.

“Aku harus tepatin janji aku buat peluk kamu nanti. Padahal udah gatahan pengen sekarang aja.”

“Kakak!!!”

“Laneya!!!”

Setelah itu mereka memulai lagi perjalanan mereka tentunya bersama Jauzan, Jargas dan Rama.