Gavileo Zaresa
“Eh, Ney. Sebentar gue matiin dulu rokoknya.” ucap Jargas yang sudah melihat kedatangan Laneya.
“Duduk aja, gausah takut.” sambung nya.
Laneya masih berdiam diri tidak buka suara. Agak beda rasanya jika bersama Jargas.
“Ney.”
Yang tadinya ia sedang memainkan ponselnya, Laneya spontan melihat ke arah Jargas, “iya?”
“Santai aja gausah takut gitu.”
Laneya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, “hehehe tau aja kak.”
Jargas terkekeh, “keliatan jelas.”
“Ohiya, ada apa kak tumben banget ngajak ketemuan?”
“Gavileo.”
“Hah?”
“Gavileo Zaresa, dulu dia anaknya pendiem. Lebih tertutup, Ney. Dia selalu lari dari masa lalunya,” Jargas meneguk kopinya, “lebih tepat nya penakut.” sambungnya.
Laneya masih diam karena ia masih ingin mendengarkan apa yang dikatan oleh Jargas.
“G itu nama yang dikasih oleh mendiang ayah nya.” Jargas tertawa kecil, “dulu dia ngga suka dipanggil G doang.”
“Dan lo harus tau, Ney. Kalau dia gapernah mau chatingan sama Maverick apalagi sama Anna mantannya. Gavileo itu penakut, contohnya kalau misalkan seseorang yang ada di masa lalu nya datang, dia pasti kabur. Tapi, yang gue anehin, semenjak dia kenal lo, dia berani ngelawan masa lalunya.”
“Dia berani ngelawan Anna, dia berani ngelawan Maverick bahkan sampe nonjok mukanya, Gavileo yang sekarang bukan penakut lagi, dia pemberani.” sambung nya.
“Gue nggak mau terlalu buka-bukaan tentang dia. Tapi, dengan ini lo ngerti. Bahwa, Gavileo butuh lo.” Jargas beranjak berdiri, “gue duluan ya, anter nyokap arisan dulu.” lalu pergi berjalan meninggalkan Laneya yang masih duduk mencerna perkataan Jargas tadi.