jenayspace


Gavileo dan Laneya sudah menunggu dibandara, tiba-tiba mereka mendengar suara teriakan seperti suara Gevano, dan benar saja, adik dari Gavileo ini sedang berlari menuju kearah mereka dengan berteriak, “kakak!!! Aa!! Gevano bawa medali buat kalian!!”

Gevano pun langsung memeluk pelatihnya yaitu Laneya, lalu menangis sejadi-jadinya, “a-aku ta-tahan nangis a-aku, kak, wa-waktu dari pesawat. K-kak Laneya m-makasih banyak ya, u-udah buat aku seperti sekarang.” ucap Gevano dengan terbata-bata.

Laneya pun tersenyum lalu mengelus terus punggung bidangnya Gevano, “udah tugas yang sangat wajib bagi pelatih buat bantu sukses muridnya. Gevano kamu hebat!! Kakak bangga sama kamu.” ucap Laneya yang sedari tadi ia tahan tangisnya.

“Aa ga dipeluk nih?”

Gavileo mendongak, melihat kearah sumber suara, “aa nangis? matanya sembab gitu.”

“Ade ih, bukannya dipeluk, malah diledek!”

Akhirnya Gevano melepaskan pelukannya dari Laneya dan berpindah haluan kepada Gavileo, aa nya yang tercinta ini, “ini udah aku peluk, jangan nangis jelek!!!”

Laneya tertawa melihat tingkah laku ade-kakak ini.

“Aa, bunda ga kesini?”

“Ibun lagi diluar kota, ibun minta maaf banget gabisa dateng soalnya baru besok pulangnya. Kata ibun, nanti ade dibolehin beli apa aja asalkan maafin ibun karena hari ini ngga bisa ketemu ade dulu, gitu katanya.”

Gevano mengangguk mengerti, “gapapa kok, lagian itukan pekerjaan bunda.”

Laneya melirik David yang sedari tadi melihat drama mereka bertiga, “coach, makasih banyak.” ucap Laneya.

“Harusnya gue yang bilang makasih sih. Beneran lo pelatih sekaligus murid gue yang hebat, Ney. Oiya gue langsung pulang aja ya.”

Laneya mengangguk, “hati-hati, coach.”

“Oke, Gevano, Gavileo, Ney, gue duluan ya.” pamit David.

Gevano, Gavileo dan Laneya mengangguk secara bersamaan lalu tersenyum.

“Kak Ney, Aa avi, ayo ke makam ayah!! Aku mau lapor sama ayah, kalau aku udah jadi atlet renang!!”

Mereka bedua pun meng-iyakan ajakan Gevano.


Selang satu jam akhirnya mereka sampai di pemakaman ayah nya Gavileo dan Gevano, yaitu Miles.

Mereka berjalan menghampiri batu nisan yang bernama “Miles Harold”.

Secara bersamaan mereka jongkok, lalu mengirimkan doa untuk Miles Harold.

“Ayah!!! Liat aku bawa 3 medali, ayah inget ngga dulu ayah maksa buat aku latihan aja ngga usah jadi atlet, tapi aku mau bikin ayah seneng diatas sana. Kalau aku disini malah jadi atlet bukan sekedar les renang biasa. Tapi, yah. Jadi atlet emang berat sih, tapi gaakan berat kalau kita mulai menyukai profesi itu, contohnya sekarang aku seneng jadi atlet renang. Ayah pasti bangga kan sama aku diatas sana?” ucap jelas Gevano dengan terisak, “ayah, Gevano kangen.”

Gavileo dan Laneya ikut terisak sedih karena seharusnya disisi Gevano ada ayah nya, harusnya ayahnya masih disini, mendampingi Gevano.

“Ayah.” buka suara dari Gavileo.

“Ayah, aku mau kenalin seseorang ke ayah, ini calon istri aku, namanya Laneya, yah. Laneya yang buat Gevano sukses jadi atlet renang.”

“Hallo, om.” ucap Laneya dengan suara yang serak, “om, anak-anak om baik-baik kok, jangan khawatir mereka bandel ya, kalau bandel nanti Laneya cubitin perutnya.” ucap Laneya dengan tertawa kecil, “om, akupun bangga sama anak-anak om. Karena om didik mereka dengan baik.”


Pada saat Laneya membukakan pintu untuk Gavileo, tiba-tiba Gavileo pun segera memeluk Laneya lalu mengelus punggung perempuan tersebut.

“Maafin aku.” ucap lelaki itu yang sekarang masih memeluk Laneya malah semakin erat.

“Kak, sesek.”

Gavileo pun segera melepaskan pelukannya tersebut.

“Kamu kenapa?” tanya Laneya.

“Aku abis ketemu Anna tadi.”

“Hal yang aku takutin dia belum pergi beneran kejadian.”

“Anna?” tanya Laneya karena ia masih shock.

“Iya, Anna. Mantan aku.”

“Kita cuman ketemu sebentar terus dia minta maaf gitu ney, abis itu—”

“Abis itu kalian ngapain?” tanya Laneya memperjelas.

“Dia secara tiba-tiba meluk aku sebentar abis itu langsung cium bibir aku.”

Mata Laneya mulai panas dan memerah.

“Sumpah demi Tuhan. Itu, bukan kemauan aku. Aku mau nolak tapi gerakan dia cepet banget, Ney.”

“Udah?” suara Laneya mulai serak.

“Maaf.”

“Aku kesini karena gamungkin jelasin di chat.” ucap lagi Gavileo sembari menundukan kepala.

“Yaudah. Gapapa.” jawab Laneya dengan menahan air matanya agar tidak keluar, sangat sakit mendengar jika seseorang yang kita sayangi malah berpelukan bahkan berciuman dengan masa lalunya. Tapi, Laneya tau. Pasti itu karena kelakuan gila dari mantan nya Gavileo.

“Ney, kamu nangis.. Ney aku minta maaf.” Gavileo memeluk kembali Laneya nya. Iya, hanya Laneya yang Gavileo cintai. Tidak ada perempuan lain, “i love you. Aku minta maaf.”


Saat ini Anna dan Gavileo sedang berada di taman, mereka masih saling diam, Gavileo memainkan ponsel nya yang sudah mati.

“Ngapain ngetik-ngetik gitu padahal hp lo mati?” tanya Anna.

“Cepet deh mau ngomong apa?” jawab Gavileo.

“Maaf.”

“Maaf buat yang dulu. Gue jahat banget dulu nerima lo karena gue diajak taruhan sama temen-temen gue. Kalau gue bisa pacaran sama lo, gue bakal dapet uang dari mereka. Dan, setelah gue dapetin lo, gue malah porotin uang lo juga buat jajanin temen-temen gue yang mabok. Gue sejahat itu, maafin gue, Gav.”

Dengan singkat Gavileo hanya menjawab, “iya, terus?”

“Lo beneran maafin gue?”

“Yaudah, udah kelewat. Gue juga gamau dihantui sama masa lalu gue. Jadi buat lo, kalau mau pergi ya pergi aja.”

Anna memeluk Gavileo secara tiba-tiba. Lalu mengecup bibir Gavileo, “buat yang terakhir kali, aku sayang kamu.”

Setelah itu Anna berdiri, “makasih Gav. Aku pergi dulu. Semoga kamu sama Laneya bisa sampai ke jenjang pernikahan.”

Anna berbalik badan lalu pergi meninggalkan Gavileo.

“Anjing, gue merasa ternodai.” umpat Gavileo.


Setelah Gavileo dan Laneya jalan-jalan malam sebentar. Sekarang mereka berdua berada di ruang TV. Tentunya papah dan mamahnya Laneya ada dirumah mereka sudah pulang dari KL nya, kalau Nelson ia masih menjaga kafenya.

“Kakak.”

“Hm?” jawab Gavileo yang sedang bersender dan memainkan jari jemarinya Laneya.

“Jelasin dong tentang Anna, Kak Jargas sama nama kamu kenapa panggilannya G doang?

Hahaha, aduh nanya nya komplit amat neng.”

“Ih, ayo jawab.”

“Iya satu-satu ya, cantik.”

“Aku jawab tentang Anna dulu ya.”

Laneya mengangguk.

“Anna itu mantan aku yang katanya udah pindah keluar negeri. Tapi aku takut dia balik lagi. Bukan karena aku takut sama masa lalu aku. Cuman, aku takut dia ganggu kamu.”

“Sebenernya aku sering ketemu dia di kampus tapi aku selalu cepet buat ngehindar karena aku males dan yang sering kena tumbal itu anak waykaze.”

“Sampai akhirnya mungkin dia cape? jadi dia berhenti dan pindah. Tapi, semoga aja beneran pindah.”

Laneya mengangguk, lalu memberi pertanyaan lagi, “kalau tentang Kak Jargas?”

“Oke, aku jawab sekalian sama nama panggilan aku ya.”

“Iya!!”

Gavileo pun membernarkan posisinya lalu mengelus puncak kepala Laneya, “jadi, gini sayang. Aku sama Jargas emang sodaraan, kita satu sama lain sepakat buat merahasiakan itu waktu dulu. Sebenernya bukan aku, tapi Jargas yang ngajak. Karena dia selalu dibandingin sama aku, karena dia lebih sering mabuk sama ngerokok makanya Tante Rayeta selalu bandingin aku sama dia. Waktu itu dia marah kayaknya makanya dia bikin perjanjian gitu. Tante Rayeta itu adik dari ayah aku, Miles Harold, nama Tante Rayeta itu, Rayeta Putri Harold.”

Gavileo sekarang mengelus pipi Laneya, lalu menggenggam tangan mungilnya Laneya, “tapi kemarin waktu Tante Rayeta dan ibun siap buat publikasiin anaknya, kebetulan Jargas juga udah mau. Dan dia malah seneng.”

“Oh gitu...”

Gavileo tersenyum, “kalau nama G itu, nama panggilan dari ayah asalnya. Ayah tiba-tiba bilang, “ayah bikin nama panggung kamu, jadi G aja ya.” gitu katanya, karena ayah dulu pengen liat aku jadi vokalis, tapi ternyata aku malah jadi drummer,” Gavileo tertawa kecil, “tapi kadang selingan sama nyanyi juga sih.”

“Mau ketemu Ayah Miles.” ucap Laneya.

“Ayah Miles udah didik anaknya dengan baik kayak gini, aku mau nangis.” sambungnya.

Gavileo segera memeluk Laneya dengan erat, “Ayah Miles pasti seneng punya menantu kayak kamu.”

Lalu, lelaki itu pun melepaskan pelukannya dan mendekatkan wajahnya, hembusan nafas Gavileo mulai terasa oleh Laneya, ia pun langsung memejamkan matanya, Gavileo mengadukan hidungnya dengan hidung Laneya, “gemessss, gausah tutup mata sayang.” lalu Gavileo mencubit pipi perempuan yang wajahnya sudah memerah karena malu.


“Baru lo doang.” tanya Velasya sambil memakan kebab nya.

“Lagi dijalan kayaknya.”

Velasya hanya mengangguk lalu melanjutkan kembali memakan kebab nya.

Selang beberapa menit Gevano datang dibuntuti oleh Jauzan dibelakang nya.

Velasya dengan spontan ia tersedak, “uhuk uhuk.” Lalu berbalik kebelakang dan menutup mulutnya.

Tiba-tiba ada yang mengulurkan tangannya sembari memberi air mineral, “ini minum punya gue biar ngga batuk lagi. Oiya satu lagi, pelan-pelan makannya, kok liat gue kayak liat setan.” ucap lelaki yang lebih tinggi dari Velasya, memakai jaket jeans, rambut yang selalu memakai pomade dan sudah jelas kening nya terlihat, lelaki itu adalah Jauzan.

Tanpa sadar Velasya membawa air mineral tersebut lalu pergi meninggalkan Jauzan lalu menyusul Laneya dan Gevano, “lucu.” gumam Jauzan.


“Udah streching nya?” tanya Laneya kepada Gevano sambil mengeluar peralatannya.

“Udah kak.”

“Yaudah sekarang kamu pemanasan dulu, 600 meter gaya bebas aja semuanya. Udah gitu kamu masuk latihan stamina dulu ya, 1500 meter kaki gaya dada, abis itu paddle sama pullboy 2000 meter gaya dada juga.”

“Siap kak.”

Gevano pun turun untuk memulai latihannya, badan Gevano sudah dibilang mulai bagus, dada nya sudah mulai bidang. Tak lupa otot kaki nya mulai terlihat.

Laneya mondar-mandir melihat gaya dada Gevano, ia terus menerus mengecek apa yang salah dari gaya nya.

Laneya memberhentikan Gevano sebentar, “Vano.”

“Iya kak?”

“Tarikan tangan kamu masih lost gitu, coba kalau pake paddle tenagain juga. Jangan males, kakak tau berat, tapi pake paddle supaya tarikan tangan kamu jadi ada. Udah sana lanjut lagi.”

Gevano mengangguk, memang benar Laneya jika sudah berada dikolam renang tidak seperti Laneya yang ada dirumah, jika dikolam renang Laneya sangat tegas tidak memandang orang itu dekat dengan nya atau tidak, yang penting dia harus profesional sebagai pelatih.

Setelah satu jam Gevano diberi program stamina, kini Gevano masuk program inti dalam latihan.

“Kita masuk program inti.” ucap Laneya yang sudah mengalungkan stopwatch dilehernya.

“10 x 100 meter dengan waktu 1.30, kamu sanggup? kalau ngga bisa kakak turunin dulu ke 1.50”

10 x 100 meter itu artinya berenang 2 balikan di kolam 50 meter tapi sampai 10 set.

“Boleh aku coba dulu kak?”

Laneya tersontak kaget, “yakin?”

Gevano mengangguk dengan cepat, “yakin kak.”

“Oke, kita mulai ya. Set pertama, take your mark go!” setelah aba-aba didengar oleh Gevano ia segera memulai berenang gaya dadanya dengan stabil.

Laneya terus memperhatikan Gevano yang sudah mulai sampai sekita 10 meter lagi.

Laneya memencet stopwatch nya, “1.20, bagus pertahanin 9 set lagi. Waktu istirahat kamu cuman 10 detik.”

Take your mark, go!

Gevano pun berenang lagi untuk melakukan set kedua. Setelah 10 set selesai, set terakhir Gevano mencapai waktu 1.17 yang artinya semakin bagus walaupun ia sudah lelah. Laneya sebenarnya ingin menangis karena ia sangat tahu dulu Gevano belum jago dan secepat sekarang.

1.17 itu dibaca nya 1 menit 17 detik.

Laneya menghampiri Gevano lalu memeluknya, “kamu hebat, kakak bangga sama kamu.” dan benteng pertahanannya runtuh, akhirnya Laneya benar-benar menangis tanpa ia tahan lagi.

Gevano yang polos ia hanya tersenyum gembira karena latihan hari ini ia bagus.

Disisi lain Jauzan dan Velasya langsung tepuk tangan melihat peristiwa Gevano dan Laneya berpelukan.

“Pelatihnya aja hebat, ya pasti nular ke muridnya.” celetuk Jauzan.

“Tapi, Laneya pernah dalam masa terburuknya jadi pelatih tau.” timpal Velasya.

“Maksudnya?”

“Dulu, dia pernah ngelatih dua anak disini dan waktu event anak itu kalah, akhirnya mereka berhenti berenang. Dan waktu itu Laneya sempet mau tutup club ini karena dia merasa gagal sebagai pelatih.”

“Terus apa yang buat dia mempertahankan ini?”

“Murid yang lainnya. Yang sayang sama Laneya dengan tulus. Makanya Laneya tetep pertahanin club ini. Jadi gue ga heran dia bisa senangis itu sekarang.” jawab Velasya lalu tersenyum pada Jauzan.

Jauzan pun mengangguk mengerti, “Laneya hebat.”

“Emang, sahabat gue sangat hebat.”


Akhirnya Gavileo, Jauzan dan Velasya sudah berkumpul dirumah Laneya. Namun, rumah Laneya memang sedang sepi karena Nelson sedang berada di kafe miliknya dan kedua orang tua Laneya sedang berada di KL.

“Kak Jauzan, tumben banget mau kerumah gue?” tanya Laneya yang sedang memainkan jemari Gavileo.

“Mau liat rumah atlet, tapi gue salah sih, soalnya malah liat si G nemplok sama lo, Ney.”

“Sirik aja lu.” sahut Gavileo yang menyenderkan tubuhnya kepada Laneya lalu melingkarkan tangan nya kepada pinggang Laneya.

“Kak?”

“Diem, aku kangen. Mau peluk kamu dari pinggir.”

Velasya hanya bisa melihat kemesraan antara Gavileo dan Laneya akhirnya pun dia membuka suaranya, “aduh mending gue ke teras aja deh, daripada ganggu yang bucin.” katanya.

Ketika Velasya duduk diteras, Jauzan menghampiri Velasya dan menemaninya. Sontak, Velasya menoleh, “Kak Jauzan?”

Hehehe, hallo salam kenal, eh udah kenal deh.” ucapnya.

Velasya tersenyum, “iya waktu dikantin, kita udah sempet kenalan.”

Jauzan menganggukan kepala tanpa sadar ia mengeluarkan satu puntung rokoknya, tapi ia baru sadar disebelah nya ada Velasya jadi ia masukan kembali rokoknya kedalam saku celananya.

“Kok dimasukin lagi? Kalau mau ngerokok mah ngerokok aja.” titah Velasya.

“Ada lo.”

“Yaudah, gue masuk.”

“Jangan. Temenin disini aja.”


Disisi lain, Gavileo masih betah memeluk Laneya dari pinggir, tangannya masih melingkar dipinggang Laneya, “mau sampe kapan kak?”

“Sampe aku lepas nanti.”

“Ini udah lama.”

“Berarti belum.”

Laneya terkekeh, “padahal baru malem ketemu.”

“Iya malem tanpa kamu kayak udah seminggu ga ketemu kamu.”

“Lebay.” Laneya mencubit perut Gavileo.

“Sakit, ih!” lalu akhirnya Gavileo melepas pelukannya, lalu menangkup dagu Laneya, “cantiknya aku.” ujar Gavileo tersenyum lalu ia berdiri.

“Mau kemana?” Laneya menahan tangannya Gavileo, “bawa minum, sayang.”'


“Lo udah lama temenan sama Laneya?” tanya Jauzan kepada Velasya.

“Lama banget hahaha, dari dia SMA sih gue udah tau dia. Nama dia dikalangan atlet udah terkenal banget. Sampe-sampe pada takut kalau Laneya udah turun di nomor gaya dada. Gue aja cabor bulutangkis bisa hafal.”

“Kalau lo kak? sama Kak G, gimana? Kenal lama juga?”

Jauzan mengangguk, “Ya gitu lah, kita ketemu karena masing-masing punya masalah abis itu kita curhat udah gitu kita bikin band bareng, walaupun band nya becanda banget, tapi gue sayang sama mereka. Ya, walaupun juga mereka nyebelin nya minta ampun.”

Velasya tertawa kecil, “ mereka apa lo nya kak yang nyebelin?”

“Gue sih.” Jauzan tertawa lepas.

Tidak biasanya Jauzan bisa nyaman berbicara bersama wanita, karena kalau kalian tahu, Jauzan ini orang nya humoris tapi kalau urusan wanita dia lemah, bahkan kadang suka tidak percaya diri.

“Vel, boleh bagi nomor whatsapp nya?” tanya Jauzan dengan tiba-tiba.

Velasya yang terkejut langsung spontan menganggukan kepala, “boleh.”


Gavileo tidak membawa minum saja, ternyata ia membuatkan roti khas buatan dia untuk Laneya.

“Nih roti khas buatan aku, buat kamu.”

“Wih, makasih kak!”

Lalu, Gavileo kembali duduk dan kembali memeluk Laneya dari pinggir.

Gavileo telah sampai ke rumah nya Laneya, ia segera mengetuk pintu rumah gadis tersebut, “ney, ini aku.”

Laneya pun dengan cepat pergi ke arah pintu lalu membukakan pintunya untuk Gavileo.

“Kak? muka kamu pucet banget. Kamu gapapa kan?

“Gapapa kok.”

Laneya tau bahwa lelakinya ini sedang berbohong, “belum minum obat ya?”

“Maag mu kambuh kan?” ucapnya.

Gavileo hanya tersenyum.

“Tiduran dulu, disini.”

“Ney, sini deket aku aja. Mati lampu kan, kamu kok ngga bisa diem? Katanya takut.”

“Ya, terus aku diem aja gitu liat kamu nahan sakit? kenapa sih maksain kesini, untung dijalan ngga kenapa-napa.”

“Maaf.” hanya itu yang bisa Gavileo lontarkan.

Setelah diberi obat, Gavileo pun menyenderkan kepalanya kebahu nya Laneya, “peluk.” ucapnya.

Laneya pun langsung mengerti, ketika Gavileo sedang sakit, memang harus dipeluk, biar cepat sembuh.

“Nah gini, aku kan langsung sembuh.”

Laneya hanya diam, lalu mengelus punggung dan rambutnya Gavileo.


“Kak, aku seneng akhirnya bisa ke aquarium raksasa!”

“Bentar, kamu sini coba mukanya.” ujar Gavileo sambil mengeluarkan tissu lalu mengelap keringat yang ada di wajah Laneya.

“Tetep cantik.” celetuk Gavileo, wanita yang dipuji nya ini langsung mencubit tangan Gavileo, “bisa ngga jangan bikin jantungan dulu akunya?”

Gavileo terkekeh, “ngga.”

Akhirnya mereka masuk kedalam aquarium raksasa itu. Mata Laneya berbinar, melihat banyak ikan yang ada di atas kepalanya, “waw.” ucapnya.

“Kamu kok tumben banget ajak aku kesini?” tanya Laneya.

“Kemarin, aku ngga sengaja liat brosur gitu kan bareng Jauzan, dia juga tadinya mau kesini, cuman pas tau aku mau ajak kamu dia ngga jadi, katanya takut jadi nyamuk.”

Laneya menganggukan kepala, “makasih ya kak, aku seneng banget, bisa liat temen aku.”

“Temen kamu?”

“Kan ikan temen-temen aku, Laneya dan para ikan!!!!”

Gavileo tertawa lepas karena tingkah laku Laneya disini seperti anak kecil yang sangat senang sudah diberi eskrim satu bungkus.

Mereka pun melihat pertunjukan tersebut, “kak.” Tiba-tiba Laneya membuka suaranya.

“Hmm?” Gavileo menoleh.

“Gimana sama Anna dan Kak Erick, baik-baik aja kan?”

Gavileo tersenyum samar, “kamu ngga apa-apa nanya Anna kayak gini?”

“Ngga apa-apa. Justru aku pengen tau.”

“Udah ga ganggu aku lagi, dia juga ngga ganggu waykaze lagi. Tapi, kalau emang dia bakal ganggu lagi, aku bakal lawan, ngga akan lari lagi kayak dulu.”

“Kalau sama Kak Erick?”

“Biasa aja.”

“Bener?”

“Iya, bener.”

Laneya mengangguk mengerti lalu melanjutkan untuk melihat kembali ikan-ikan yang sedang mengelilinginya.

Ketika ia mulai serius melihat, Gavileo membuka suaranya, “kalau kamu?”

“Aku? Aku kenapa kak?” tanya Laneya heran.

“Keluarga dan karir kamu jadi atlet, gimana?”

Laneya tersenyum, “kalau sama keluarga aku ya tentunya kakak tau, aku dan Kak Nelson udah bahagia banget, punya keluarga yang ga pernah ribut lagi. Kalau karir aku itu, aku jadiin pelajaran aja,” ucapnya sembari menoleh ke arah Gavileo, “keterpaksaan aku menjadi atlet renang sekarang jadi kebanggaan aku ke orang-orang kalau aku itu hebat jadi atlet. Dulu, semasa aku masih sekolah, ruang lingkup aku cuman latihan, sekolah, rumah terus aja kayak gitu, aku ngga ada waktu main sama temen, aku harus ngorbanin masa main aku buat latihan renang. Tapi, setelah aku jalanin itu semua, aku sadar, aku berjuang kayak gitu karena demi kebaikan aku untuk dimasa yang akan datang. Dan, sekarang aku ngerasain hasil kerja keras aku dari waktu aku masih kecil.” tutur Laneya.

Gavileo mengelus puncak kepala Laneya, “anak pinter.” lalu tersenyum, “aku sayang kamu, Laneya.”

“Aku sayang kakak juga, eh, Kak itu, ikan pari nya gede.”

Gavileo hanya mengangguk, lalu memotret Laneya secara diam-diam.

Selesai mereka masuk ke aquarium raksasa itu, Gavileo menyuruh Laneya menutup matanya.

“Ngapain, kak?”

“Bentar.”

“Pokoknya itungan ketiga kamu baru boleh buka mata ya.”

“Okay.”

“1”

“2”

“3”

Laneya pun membuka matanya, “tadaaaa!! boneka lumba-lumba buat aku sama kamu.” ucap Gavileo dengan sumringah sambil memberikan satu boneka lumba-lumba berwarna pink kepada Laneya.

“Yang pink punya kamu, dan ini yang biru punya aku.”

Laneya benar-benar tidak bisa berbicara lagi, ia sangat bersyukur telah dipertemukan dengan lelaki ini, “makasih kak, makasih banyak udah bahagiain aku dengan cara kamu sendiri.”

“Jangan bilang makasih, udah kewajiban aku buat ngebahagiain kamu.”

Laneya segera memeluk Gavileo dengan cepat, “i looooove you, kakak!!!

I love you moooore, Laneya.


Hai, Ney, hari ini tepat dimana aku memberikan mu surat From G to N. Aku ngga nyangka bisa kasihin surat ini. Awalnya aku ngga yakin, tapi semesta berbicara lain.

Dari aku, si G yang dulunya masih payah sama masa lalu, dan untuk kamu si N, yang bisa buat aku ngga jadi payah lagi. Makasih udah mau jadi anak yang baik buat papah sama mamah kamu. Makasih kamu udah mau nurut waktu perjodohan itu, aku ngga tau kalau kamu misalkan nolak waktu itu, mungkin disini kita ngga pernah ukir cerita kita bersama.

Kamu mau tau kenapa surat ini aku kasih nama “From G to N”? Karena, aku selalu berusaha kasih yang terbaik untuk kamu, intinya itu sih. Laneya Genevi, kamu perempuan yang cantik, kamu baik, kamu mandiri dan tentunya kamu hebat. Aku bakal selalu nunggu kamu, apapun keputusan kamu nanti, aku tetap sayang kamu.

Sedikit mengulas, aku pernah ingat bahwa syarat kita menikah jika kamu sudah siap, jadi tentunya kamu jangan merasa terbebani ya? kalau belum siap, nggak apa-apa, kita jalanin dulu bersama. Sekali lagi, i love you, Laneya Genevi.

From, G.


Pertemuan keluarga ini dimulai dengan acara saling berbincang antara dua keluarga. Tidak seperti dulu-dulu, dimulai dengan makan malam, lalu berbincang secara serius. Pertemuan keluarga kali ini sudah beda, lebih tenang dan damai tentunya.

Gevano yang sedang bermain dengan Nelson di ruang TV. Papah dan mamanya Laneya yang berbincang dengan Ibunya Gavileo, dan tentunya Gavileo dan Laneya sedang berduaan di teras rumah.

“Beda ya, pertemuan keluarga sekarang, berasa damai.” celetuk Laneya sembari menatap langit yang kebetulan pada malam itu sedang banyak bintang-bintang yang terlihat.

Gavileo secara langsung tersenyum, “bukan perkenalan antara kamu dan aku, tapi ini perkenalan keluarga kita juga.” jawab nya memang tidak nyambung tapi Laneya mengerti apa yang Gavileo maksud.

“Iya, bukan tentang kita. Tapi, cerita ini tentang keluarga kita juga, gitu kan?” tanya Laneya menjelaskan kembali.

“Iya, gitu.” Gavileo menoleh, “boleh aku cium kamu?”

Laneya belum memberi jawaban, Gavileo langsung mencium bibir Laneya, kecupan-kecupan kecil mendarat di bibir Laneya, lalu Gavileo pun mulai menangkup dagu Laneya, “i love you.” bisik Gavileo yang jarak wajahnya hanya 5 cm dari wajah Laneya.


Kedua keluarga ini memutuskan untuk memulai acaranya ini diruang tamu seperti biasanya, sebenarnya bukan acara yang formal tapi lebih ke silaturahmi antara dua keluarga ini.

“Saya sangat senang, ibu, nak Avi dan Vano, bisa menyempatkan di acara ini.” ucap Rojer sambil tersenyum lalu menyimpan gelas yang berisi kopi ke meja.

Mia pun ibu dari Gavileo tentunya membalas dengan senyuman yang tak kalah sama bahagianya seperti Rojer.

“Betul sekali pak, sudah lama juga kita tidak berkumpul bersama lagi.”

“Bagaimana? Laneya?”

Laneya pun terkejut, tiba-tiba papah nya ini memanggil dirinya, “kenapa?”

“Pernikahan kamu dengan Avi mau bagaimana?” tanya Rojer.

Gavileo langsung menatap Laneya, suasanya sangat membuat Gavileo ingat pertemuan awal ketika Laneya ditekan oleh papah nya untuk menjawab “iya”, “ck, dejavu.” batin nya.

Laneya tersenyum, “aku nggak mau nikah dulu, kuliahku juga masih jauh dari kata lulus, dan Kak Gavi juga pasti pengen bebas juga kan? Jadi aku nolak buat nikah sekarang atau dalam waktu yang dekat.”

Rojer tersenyum, “jawaban kamu persis dengan jawaban yang papah mau.”

Gavileo menghela nafasnya dengan lega, kini suasana yang ada dihadapannya tidak tegang seperti dulu, suasana yang sekarang lebih damai, banyak senyum yang terlihat disini dan banyak suara tertawa bukan bentakan lagi.

“Nak Avi apa tidak apa-apa?”

Gavileo mengangguk dengan cepat, “gimana perempuan saya aja om, pokoknya mau sampe kapanpun, saya akan nunggu Laneya.” jawabnya sembari melirik Laneya, “soalnya hati saya sudah mantap sama Laneya.”

Huuuu bucin.” sahut Nelson.

“AA BUCINNNN.” timpal Gevano.

Semuanya langsung tertawa setelah ada ledekan dari Nelson dan Gevano.

Memang benar, disini bukan tentang Gavileo dan Laneya saja. Disini tentang kedua keluarga yang akhirnya bisa menyatu juga.


Setelah acara itu selesai, Gavileo dan keluarganya pamit pulang, namun seperti biasa Gavileo meminta waktunya sebentar kepada Laneya untuk berbicara secara empat mata.

“Jangan pulang.” rengek Laneya.

“Makanya nikah sama aku, biar kita satu rumah.”

Laneya mencubit Gavileo, “kakak!”

“Iya-iya, maaf, hahaha, oh iya ini aku habis beli boneka lumba-lumba lagi buat kamu, kalau ini yang abu-abu, kita namain “Gavney” ya? tapi aku pingin simpen dikamu, jaga baik-baik ya? Soalnya ini warnanya unlimited!”

Laneya tertawa kecil, “siap bos!”

Laneya pun mengeluarkan bingkisan nya dan mengasihkannya kepada Gavileo, “buat kakak.”

“Ini apa?”

“Hot wheels sama pajangan gitu tapi bentuknya drum, terus di drum nya ada tulisan “G”, hehehe, itu aku pesen sendiri. Disimpen baik-baik ya kak.”

Gavileo memeluk Laneya dengan erat, “last, and i love you, Neyo, perempuannya Gavileo.” lalu dilepaskan pelukannya dan mengecup bibir Laneya, “punya Gavileo hehehe.”

“Oiya disitu ada surat.” ucap Gavileo.

“From G to N?”

“Iya itu judul suratnya, dibaca nya pas aku udah ada dirumah ya.”

“Oke kakak!”

“Yaudah, aku pulang dulu.”

Laneya mengangguk, “hati-hati, kakak!”

Mau sebagaimana pun semesta memberi cobaan untuk pasangan ini, tapi jika Tuhan mengubah dan mengendalikan rencananya, tidak akan ada yang bisa mengubah takdir tersebut. Kalau, Tuhan yang turun tangan itu sudah mutlak, tidak bisa di ganggu gugat.

Begitupun Gavileo yang ditakdirkan sebagai obat penguat Laneya dari kekangan keluarganya dan Laneya sebagai obat penyembuh Gavileo dari masa lalunya, mereka saling melengkapi.