FGTN, 420
Gavileo dan Laneya sudah menunggu dibandara, tiba-tiba mereka mendengar suara teriakan seperti suara Gevano, dan benar saja, adik dari Gavileo ini sedang berlari menuju kearah mereka dengan berteriak, “kakak!!! Aa!! Gevano bawa medali buat kalian!!”
Gevano pun langsung memeluk pelatihnya yaitu Laneya, lalu menangis sejadi-jadinya, “a-aku ta-tahan nangis a-aku, kak, wa-waktu dari pesawat. K-kak Laneya m-makasih banyak ya, u-udah buat aku seperti sekarang.” ucap Gevano dengan terbata-bata.
Laneya pun tersenyum lalu mengelus terus punggung bidangnya Gevano, “udah tugas yang sangat wajib bagi pelatih buat bantu sukses muridnya. Gevano kamu hebat!! Kakak bangga sama kamu.” ucap Laneya yang sedari tadi ia tahan tangisnya.
“Aa ga dipeluk nih?”
Gavileo mendongak, melihat kearah sumber suara, “aa nangis? matanya sembab gitu.”
“Ade ih, bukannya dipeluk, malah diledek!”
Akhirnya Gevano melepaskan pelukannya dari Laneya dan berpindah haluan kepada Gavileo, aa nya yang tercinta ini, “ini udah aku peluk, jangan nangis jelek!!!”
Laneya tertawa melihat tingkah laku ade-kakak ini.
“Aa, bunda ga kesini?”
“Ibun lagi diluar kota, ibun minta maaf banget gabisa dateng soalnya baru besok pulangnya. Kata ibun, nanti ade dibolehin beli apa aja asalkan maafin ibun karena hari ini ngga bisa ketemu ade dulu, gitu katanya.”
Gevano mengangguk mengerti, “gapapa kok, lagian itukan pekerjaan bunda.”
Laneya melirik David yang sedari tadi melihat drama mereka bertiga, “coach, makasih banyak.” ucap Laneya.
“Harusnya gue yang bilang makasih sih. Beneran lo pelatih sekaligus murid gue yang hebat, Ney. Oiya gue langsung pulang aja ya.”
Laneya mengangguk, “hati-hati, coach.”
“Oke, Gevano, Gavileo, Ney, gue duluan ya.” pamit David.
Gevano, Gavileo dan Laneya mengangguk secara bersamaan lalu tersenyum.
“Kak Ney, Aa avi, ayo ke makam ayah!! Aku mau lapor sama ayah, kalau aku udah jadi atlet renang!!”
Mereka bedua pun meng-iyakan ajakan Gevano.
Selang satu jam akhirnya mereka sampai di pemakaman ayah nya Gavileo dan Gevano, yaitu Miles.
Mereka berjalan menghampiri batu nisan yang bernama “Miles Harold”.
Secara bersamaan mereka jongkok, lalu mengirimkan doa untuk Miles Harold.
“Ayah!!! Liat aku bawa 3 medali, ayah inget ngga dulu ayah maksa buat aku latihan aja ngga usah jadi atlet, tapi aku mau bikin ayah seneng diatas sana. Kalau aku disini malah jadi atlet bukan sekedar les renang biasa. Tapi, yah. Jadi atlet emang berat sih, tapi gaakan berat kalau kita mulai menyukai profesi itu, contohnya sekarang aku seneng jadi atlet renang. Ayah pasti bangga kan sama aku diatas sana?” ucap jelas Gevano dengan terisak, “ayah, Gevano kangen.”
Gavileo dan Laneya ikut terisak sedih karena seharusnya disisi Gevano ada ayah nya, harusnya ayahnya masih disini, mendampingi Gevano.
“Ayah.” buka suara dari Gavileo.
“Ayah, aku mau kenalin seseorang ke ayah, ini calon istri aku, namanya Laneya, yah. Laneya yang buat Gevano sukses jadi atlet renang.”
“Hallo, om.” ucap Laneya dengan suara yang serak, “om, anak-anak om baik-baik kok, jangan khawatir mereka bandel ya, kalau bandel nanti Laneya cubitin perutnya.” ucap Laneya dengan tertawa kecil, “om, akupun bangga sama anak-anak om. Karena om didik mereka dengan baik.”