peace with the past


Pagi itu, Gavileo datang menemui Rojer ayah nya Laneya. Rojer memberitahu kepada Gavileo untuk berbincang di rooftop kantornya saja.

Sudah terlihat, Rojer sedang duduk membaca koran sembari meneguk kopi hangatnya.

“Om.” sapa ramah dari Gavileo kepada Rojer.

“Duduk saja langsung.” jawab Rojer sambil menyimpan koran nya ke meja yang ada di depannya.

Gavileo harus mengatur emosinya karena baru awal saja, raut muka Rojer sudah membuat Gavileo naik darah.

“Ada apa?” tanya langsung tanpa basa-basi Rojer kepada Gavileo, “saya hanya punya waktu sebentar.”

Gavileo menghela nafasnya dengan berat, “saya dulu sering diajak ayah main ke tempat yang saya suka. Ayah saya selalu tanya bagaimana kabar saya, bagaimana sekolah saya, hobi saya apa. Sederhana tapi membuat saya merasa disayangi oleh nya.”

“Maksud kamu?” tanya Rojer heran.

“Apa om seperti itu kepada anak-anak om?”

“Apa om pernah tau isi hati anak-anak om?”

“Termasuk isi hati dari Kak Nadia, kakak dari Kak Nelson pun juga Laneya?”

Gavileo mendesis, “sepertinya tidak ya om.”

“Jaga ucapan kamu, Avi.”

“Apa om pernah tau, apa yang Kak Nadia rasakan waktu dulu, sampai dia bisa sakit dan akhirnya meninggal?”

“Dia meninggal karena pacarnya itu!”

Gavileo menggeleng, “urusan meninggal itu hanya Tuhan yang tau om, tapi om tau penyakit tipes itu karena apa? Apa om tau Kak Nadia itu stres dirumah nya?”

“Menurut beberapa artikel yang saya baca, stres bisa menyebabkan tipes dengan cara melemahkan sistem kekebalan tubuh seseorang. Saat seseorang sedang stres, kemampuan sistem imun untuk melawan antigen berkurang, sehingga menyebabkan seseorang itu rentan terserang infeksi, termasuk infeksi bakteri tipes.” sambungnya.

“Jangan sok tahu kamu, Avi! Kamu tidak satu rumah dengan saya.”

“Tapi saya tau dari seseorang yang satu rumah dengan om, masih mau mengelak?”

“Saya tidak pernah merasa membuat semua anak saya tertekan bahkan sampai stres.” jawab Rojer tidak mau kalah.

“Ya, karena om itu egois. Om itu trauma, trauma dengan masa lalu om. Om dulu tidak pernah menge-kang Laneya dan Kak Nelson. Tapi, semenjak Kak Nadia meninggal, om berubah secara drastis. Trauma yang om rasain sama dengan saya, ketika saya ditinggal ayah saya.”

“Saya dulu tertutup, tidak mau terbuka dengan orang lain. Hal yang selalu saya pikirkan itu merubah diri saya menjadi lebih baik tapi ternyata tidak, saya terlalu egois dan berdampak menjadikan saya jauh dengan orang-orang yang saya sayangi. Dan, anak perempuan om, Laneya, bisa merubah saya om, Laneya bisa membuat saya damai dengan masa lalu saya.”

Usually i always run because i'm afraid, but now i can face it and fight that fear.” sambung Gavileo.

Rojer masih diam.

“Begitupun dengan om, maaf disini saya bukan mengajari om, namun kita ngga ada yang tau kan om seberapa kuat Laneya dan Kak Nelson menghadapi sikap dan sifat om. Jangan sampai terlambat lagi seperti om kehilangan Kak Nadia.”

“Seperti yang saya bilang, disini saya tidak meminta untuk om merestui saya atau menjodohkan saya kembali dengan anak om yaitu Laneya, tapi disini saya memohon dengan sangat kepada om jadi ayah yang baik dan bijak. Agar, saya bisa melepaskan Laneya dengan sepenuhnya tanpa ada rasa khawatir.”

Gavileo berdiri, “hanya itu yang ingin saya sampaikan kepada om. Jika memang perlu saya berlutut agar om berubah, saya akan lakukan itu. Saya hanya ingin Laneya baik-baik saja tanpa saya, om.”

“Permisi om, saya pamit pulang.” Gavileo berbalik dan berjalan pulang, karena tujuan ia memang hanya itu, hanya menyampaikan itu, tidak lebih.

Setelah Gavileo berjalan beberapa langkah, Rojer menahannya, “Avi, tunggu.”

Gavileo menoleh, “iya om?” Rojer menghampiri Gavileo lalu segera memeluk nya, “om memang salah, om takut.” ujar Rojer dengan sedikit terisak.

“Maaf ya, Avi.”

“Dan, terimakasih omongan kamu tadi buat om mikir dan sadar, om memang ayah yang gagal.”

“Belum gagal, om masih bisa memperbaikinya sekarang, detik ini om.” jawab Gavileo.

Rojer melepaskan pelukannya, “Miles pasti bangga punya anak lelaki seperti kamu,” ucapnya mengelus rambut Gavileo, “saya izinkan kamu untuk kembali bersama Laneya, ya, Avi.”