aquarium raksasa


“Kak, aku seneng akhirnya bisa ke aquarium raksasa!”

“Bentar, kamu sini coba mukanya.” ujar Gavileo sambil mengeluarkan tissu lalu mengelap keringat yang ada di wajah Laneya.

“Tetep cantik.” celetuk Gavileo, wanita yang dipuji nya ini langsung mencubit tangan Gavileo, “bisa ngga jangan bikin jantungan dulu akunya?”

Gavileo terkekeh, “ngga.”

Akhirnya mereka masuk kedalam aquarium raksasa itu. Mata Laneya berbinar, melihat banyak ikan yang ada di atas kepalanya, “waw.” ucapnya.

“Kamu kok tumben banget ajak aku kesini?” tanya Laneya.

“Kemarin, aku ngga sengaja liat brosur gitu kan bareng Jauzan, dia juga tadinya mau kesini, cuman pas tau aku mau ajak kamu dia ngga jadi, katanya takut jadi nyamuk.”

Laneya menganggukan kepala, “makasih ya kak, aku seneng banget, bisa liat temen aku.”

“Temen kamu?”

“Kan ikan temen-temen aku, Laneya dan para ikan!!!!”

Gavileo tertawa lepas karena tingkah laku Laneya disini seperti anak kecil yang sangat senang sudah diberi eskrim satu bungkus.

Mereka pun melihat pertunjukan tersebut, “kak.” Tiba-tiba Laneya membuka suaranya.

“Hmm?” Gavileo menoleh.

“Gimana sama Anna dan Kak Erick, baik-baik aja kan?”

Gavileo tersenyum samar, “kamu ngga apa-apa nanya Anna kayak gini?”

“Ngga apa-apa. Justru aku pengen tau.”

“Udah ga ganggu aku lagi, dia juga ngga ganggu waykaze lagi. Tapi, kalau emang dia bakal ganggu lagi, aku bakal lawan, ngga akan lari lagi kayak dulu.”

“Kalau sama Kak Erick?”

“Biasa aja.”

“Bener?”

“Iya, bener.”

Laneya mengangguk mengerti lalu melanjutkan untuk melihat kembali ikan-ikan yang sedang mengelilinginya.

Ketika ia mulai serius melihat, Gavileo membuka suaranya, “kalau kamu?”

“Aku? Aku kenapa kak?” tanya Laneya heran.

“Keluarga dan karir kamu jadi atlet, gimana?”

Laneya tersenyum, “kalau sama keluarga aku ya tentunya kakak tau, aku dan Kak Nelson udah bahagia banget, punya keluarga yang ga pernah ribut lagi. Kalau karir aku itu, aku jadiin pelajaran aja,” ucapnya sembari menoleh ke arah Gavileo, “keterpaksaan aku menjadi atlet renang sekarang jadi kebanggaan aku ke orang-orang kalau aku itu hebat jadi atlet. Dulu, semasa aku masih sekolah, ruang lingkup aku cuman latihan, sekolah, rumah terus aja kayak gitu, aku ngga ada waktu main sama temen, aku harus ngorbanin masa main aku buat latihan renang. Tapi, setelah aku jalanin itu semua, aku sadar, aku berjuang kayak gitu karena demi kebaikan aku untuk dimasa yang akan datang. Dan, sekarang aku ngerasain hasil kerja keras aku dari waktu aku masih kecil.” tutur Laneya.

Gavileo mengelus puncak kepala Laneya, “anak pinter.” lalu tersenyum, “aku sayang kamu, Laneya.”

“Aku sayang kakak juga, eh, Kak itu, ikan pari nya gede.”

Gavileo hanya mengangguk, lalu memotret Laneya secara diam-diam.

Selesai mereka masuk ke aquarium raksasa itu, Gavileo menyuruh Laneya menutup matanya.

“Ngapain, kak?”

“Bentar.”

“Pokoknya itungan ketiga kamu baru boleh buka mata ya.”

“Okay.”

“1”

“2”

“3”

Laneya pun membuka matanya, “tadaaaa!! boneka lumba-lumba buat aku sama kamu.” ucap Gavileo dengan sumringah sambil memberikan satu boneka lumba-lumba berwarna pink kepada Laneya.

“Yang pink punya kamu, dan ini yang biru punya aku.”

Laneya benar-benar tidak bisa berbicara lagi, ia sangat bersyukur telah dipertemukan dengan lelaki ini, “makasih kak, makasih banyak udah bahagiain aku dengan cara kamu sendiri.”

“Jangan bilang makasih, udah kewajiban aku buat ngebahagiain kamu.”

Laneya segera memeluk Gavileo dengan cepat, “i looooove you, kakak!!!

I love you moooore, Laneya.