jenayspace

rakendallas – 282


Maizelle dan Jargas sekarang sudah berada di kafe yang bernama Rakendallas Cafe.

“Serius... ini kafe nya?” tanya Maizelle takjub yang melihat sekeliling kafe tersebut sangat indah dari tata letaknya pun sangat rapih.

Nama menu yang dibuat ini terdiri dari ciri-ciri Maizelle semua, contohnya ada menu makanan yang bernama “Softball Coklat” dan ada menu minuman dengan nama “Zell Manis”.

“Nama menu makanannya..” ucap Maizelle lagi yang tak habis pikir dengan kelakuan Jargas untuk kafe nya ini.

“Iya, sebagian aku ambil dari ciri-ciri kamu semua.” jawab Jargas dengan santai.

“Maizelle.” panggil Jargas dengan memegang kedua bahu perempuan yang ada dihadapannya ini.

Maizelle langsung melihat Jargas, “iya?”

“Aku sayang kamu.”

Maizelle masih diam.

“Aku tau kalau ngelamar kamu sekarang itu buat kamu bakal kepikiran nantinya. Dan, disini kamu masih jadi atlet softball yang masih aktif, aku nggak mau nge-ganggu karir kamu dulu.”

Seketika Maizelle tersenyum, ia senang karena ia tak perlu cape-cape untuk menjelaskan bahwa dia belum siap menikah karena ia sendiri pun masih sibuk dengan dunia olahraga nya ini.

“Jadi, untuk sekarang kita pacaran dulu aja ya? Nikmatin dulu masa bebas kamu dan dunianya kamu itu, disini aku juga terus berlajar menjadi laki-laki yang akan lebih tanggung jawab nantinya.” sambung Jargas menatap lekat Maizelle, “nggak apa-apa kan?”

Maizelle mengangguk semangat, “aku nggak apa-apa banget tau. Karena aku juga emang nggak mungkin mikirin nikah dulu, karena disini aku masih harus banyak pergi-pergian keluar kota karena urusan profesi ku sebagai atlet ini, malahan harusnya aku ngga sih yang nanya ke kamu, apa kamu nggak apa-apa? Kita jalanin kayak gini dulu?”

Jargas mengelus puncak kepala Maizelle, “nggak apa-apa, asal saling jaga hati, oke? Buat kamu jaga hati kamu karena udah ada Raken disana, dan buat aku harus jaga hati aku karena udah ada Izel disini.” Jargas pun menunjuk letak hatinya.

Maizelle terkekeh, “Raken sumpah aku ketawa kamu gitu doang juga..”

“Ohiya, ada satu hal lagi yang aku mau bilang sama kamu.”

“Apa?” tanya Maizelle dengan mengerucutkan keningnya.

“Kafe Rakendallas ini aku bangun buat kamu, sebenernya pemilik kafe ini adalah kamu.” ucap jelas Jargas lalu memegang kedua tangan Maizelle, “jangan nggak enak atau kamu nolak dapetin ini, karena ini tandanya aku mau serius sama kamu.”

“K-kamu serius?”

“Iya sayang, aku serius.”

“Raken tapi—”

“Terima ya?”

“Aku mohon sama kamu..” sambung Jargas.

Maizelle mengangguk pelan walaupun ragu, tapi mau ditolak pun, Jargas akan tetap memaksa.

Setelah Maizelle mengangguk—Jargas spontan memeluk Maizelle dengan erat, “I love you to the edge of the universe”.

Itulah kisah cinta dari Jargas Rakenzo Harold lelaki yang dulunya sempat berpikir bahwa hidupnya akan terus dihantui dengan masa lalunya, tapi dengan kehadiran Maizelle Dallas perempuan periang bahkan dia menobatkan dirinya “gila”, namun dengan hadir nya Maizelle—Ia bisa mengubah Jargas menjadi lelaki yang bertanggung jawab dan tidak terus menerus men-cap bahwa dirinya akan dihantui terus oleh masa lalunya.

rakendallas, end.

Rakendallas – 269


Maizelle sudah sampai ditempat Rakendallas, enam bulan yang lalu ia berdua di tempat ini, dengan janji mereka akan bertemu lagi setelah enam bulan.

Tapi, sekarang saja Jargas belum mengucapkan selamat datang atau selamat menjadi juara, mungkin memang sangat sibuk atau sedang sibuk berdua dengan Asellia.

Maizelle terus berjalan kedalam, sampai mulai terlihat ada meja dan tempat duduk yang pernah ia dudukin enam bulan yang lalu.

Jreng

Suara petikan gitar.

Mata Maizelle mulai menulusuri sumber suara dari mana, karena setaunya, tempat ini hanya ia dan Jargas yang tau, tidak ada lagi, mungkin baru bertambah tadi Jauzan, tapi jika sumber suara itu dari Jauzan juga tidak mungkin karena tadi lelaki tersebut sudah pamit pulang, lantas siapa?

Ekhem-ekhem, ah suara gua aneh.

Sekarang suara manusia yang sedang berbicara sendiri.

Maizelle mulai takut, tapi ia penasaran akhirnya ia mulai terus masuk kedalam tempat itu.

Dan ternyata suara tersebut berasal dari seorang lelaki sedang latihan gitar, siapa lagi kalau bukan Jargas.

“Ra-raken?”

Jargas kaget karena ada suara yang sama persis seperti suara Maizelle, “kok ada suara ijel?”

“Ya gue disini.”

Jargas menoleh kebelakang, lalu spontan ia berdiri sembari memegang gitarnya.

“Ma-maiizelle? Ijel...?”

Maizelle tersenyum dengan mata yang sudah berkaca-kaca, “h-hai? apa—” sebelum Maizelle menyelesaikan omongannya—Jargas langsung memeluk Maizelle, “kangen.. gua kangen..”

Benteng pertahanan Maizelle pecah, akhirnya butiran bening turun terus menerus dari mata Maizelle, “g-gue juga..”

“Kenapa nggak dateng ke bandara?”

“Gua harus hadir dipembukaan kafe, maaf ya?”

“Iya nggak apa-apa..”

Jargas melepaskan peluk nya itu dengan pelan, “janji enam bulan yang lalu, kita sama-sama nepatin itu ya?”

Maizelle mengangguk dengan suara terisak, “i-iya, tapi gue yang dateng kesini!”

“Jel, gua tadinya mau besok ketemuannya karena gua tau lo pasti cape baru pulang.”

“Kalau urusan sama lo, ngga akan ada capenya tau!” timpal Maizelle.

Satu kalimat itu membuat Jargas salah tingkah.

“Maizelle dengerin gua baik-baik ya..”

Maizelle mengangguk.

“Gua nggak kayak laki-laki lain, yang buat sesuatu untuk terlihat terkesan istimewa nanti nya, gua nggak bisa bikin surat atau apapun yang buat lo bisa inget kenangan itu. Tapi, gua Jargas Rakenzo Harold bisa nunggu lo, bisa buktiin omongannya, bisa nepatin janji nya, karena sampai detik ini rasa sayang dan cinta gua ke lo malah semakin bertambah.”

“Maizelle Dallas, enam bulan yang lalu kita pernah setuju tentang hubungan apa yang bakal kita lanjutin setelah kita melewati enam bulan ini..”

“Sekarang disini gua mau mengungkapkan rasa gua ke lo, kalau gua disini masih dengan perasaan yang sama dan rasa sayang yang beda.”

“Kenapa beda?”

“Dulu cuman sayang aja, sekarang sayang banget, hehehe.”

Maizelle memukul dada bidang Jargas, “JAIL BANGET!”

“Sakit, daripada dipukul mending di sayang.”

“RAKEN!!!”

“Iya-iya oke serius ya..”

“Iya.” jawab Maizelle dengan mengerucutkan bibirnya.

“Maizelle, mau jadi pacar Raken ngga?” tanya Jargas sembari menatap lekat Maizelle.

Tanpa pikir panjang, Maizelle mengangguk dengan cepat, “MAUUUUU!!!”

Jargas menghela nafasnya dengan lega lalu mengangkat Maizelle dan menggendong nya, “MAIZELLE PACAR RAKEN!!!!” teriak Jargas dengan tertawa lepas.

Maizelle pun ikut tertawa lepas, “EH RAKEN, BELOM DI TES GITAR SAMA NYANYI YA?”

Jargas menurunkan Maizelle, lalu menggaruk kepala nya yang tak gatal, “hehehe, iya..”


kalau bisa kalian sambil dengerin lagu Adriansyah Martin – Bukan salah jodoh

Maizelle duduk dan Jargas berdiri didepan Maizelle sembari posisi siap untuk memetik gitarnya.

Kulihat senyum manismu Ada cinta yang kurasa menyapa hati ini Tak ingin kumenunggu Jadikanlah aku oh cinta kekasih pilihan di hatimu Kupercaya dirimu satu cintaku

Tuhan tolong aku katakan padanya Aku cinta dia bukan salah jodoh Dia untuk aku bukan yang lainnya Satu yang kurasa pasti bukan salah jodoh

Bila cinta t'lah bicara Takkan ragu hati ini mendekat kepadamu Tak ingin kumenunggu Jadikanlah aku oh cinta kekasih pilihan di hatimu Kupercaya dirimu satu cintaku

Tuhan tolong aku katakan padanya Aku cinta dia bukan salah jodoh Dia untuk aku bukan yang lainnya Satu yang kurasa bukan salah jodoh

Setelah selesai—Jargas menyanyikan lagu tersebut, Maizelle berdiri lalu tepuk tangan sekencang-kencangnya.

“Kok nangis?” tanya Jargas heran.

“Terharu aja, ngebayangin pasti susah ya belajarnya?”

“Buat kamu, apapun aku lakuin.”

Maizelle membelalakan matanya, “bilang apa tadi?”

“Buat kamu, apapun aku lakuin? Kenapa?”

“HAH? I-INI A-AKU K-KAMU SEKARANG?”

Jargas terkekeh, “kan udah pacaran.. mau lo-gue aja?”

“BUKAN.. BUKAN GITU, a-anu itu, kamu lucu..”

Jargas mendekat lalu mengecup bibir Maizelle, “ i love you.”

“RAKENNNNNN!!! I LOVE YOU MORE.”

Jargas tertawa lepas, “ayoo kita pulang. Udah mendung.”

“Ayo.”

rakendallas – 237


Lelaki yang memakai hoodie hitam dengan celanan jeans, sedang duduk sembari menunggu perempuan nya datang, ah mungkin bukan perempuannya namun teman perempuannya.

Yang ditunggu-tunggu oleh Jargas telah tiba, ia berlari seperti anak kecil mengarah kepadanya, Jargas sungguh gemas kepadanya, tatapan nya tak pernah berubah, selalu ceria, memang itu yang selalu mencirikan bahwa dia Maizelle Dallas.

“RAKEN HALLOOOO!!”

Tanpa sadar Jargas memeluk Maizelle didepan teman-teman nya dan tentunya Aresa teman dekat Maizelle pun ada, untuk mengantar Maizelle.

“RAKENNNN JANGAN NANGIS!!!” celetuk Maizelle karena ia tau bahwa lelaki yang sedang memeluk nya sangat sedih karena akan berpisah dengan dirinya.

“6 bulan doang, gimana kalo 6 taun!!” celetuk lagi dari Maizelle, namun Jargas tidak menggubris apapun ia tetap terlelap dengan memeluk Maizelle sekarang. Ingin rasanya waktu berhenti sejenak agar ia bisa lebih lama lagi memeluk, Maizelle.

Jargas melepaskan pelukannya, lalu menatap lekat Maizelle, “jangan bandel ya disana? Makan yang banyak, minum yang banyak, jaga kesehatannya.”

“Lo juga, lebih rajin datengin kafe sama distro lo ya!!!”

Jargas terkekeh pelan, “oke siap, bu boss!!”

“Raken..”

“Iyaa, Raken hadir..”

“Hahaha, pasti kangen sama jawaban “iya, Raken hadir”. Gemes banget sih!!!”

Jargas yang tahan akan gombalan Maizelle sekarang ia membalikannya lagi, “Padahal yang gemes ada didepan gua, ah tapi yang gemesnya mau ninggalin gua 6 bulan.”

Maizelle mengerucutkan bibirnya, “kalau kangen gimana?”

“Gua disini, ngga akan kemana-mana.”

“Yakin? Padahal ini bisa jadi kesempatan lo buat balikan sama Asell.”

Jargas memegang kedua pipi Maizelle, “rakennya lagi nunggu ijel, antara lanjut atau ngganya, kita berdua harus nunggu 6 bulan.”

“Boleh gue minta satu permintaan?”

Jargas mengangguk, “apa?”

“Gendong!”

Jargas tertawa lalu segera menggendong Maizelle, “ayo jalan!!!”

Jargas pun jalan dengan pelan-pelan karena mengingat dulu ia pernah membawa Maizelle dengan cara menggendongnya. Kenangan indah yang Jargas dan mungkin Maizelle pun tidak akan melupakan itu.

“Raken..”

“Iyaa, Raken hadir..”

“Gue punya satu tantangan buat lo..”

“Apa?” tanya Jargas.

“Kan lo paling ngga bisa ngegitar sambil nyanyi, nah nanti setelah 6 bulan itu, ketika ketemu gue mau tes lo, dengan lo harus nyanyi sambil ngegitar gimana?” ujar Maizelle dengan penuh semangat lalu menyimpan dagunya di pundak Jargas.

Jargas mengangguk pelan, “gua terima tantangan lo.” lalu Jargas menurunkan Maizelle karena sudah saat nya dia untuk berangkat.

Jauzan, Rama, Gavileo dan Aresa hanya bisa melihat kedua insan ini yang sedang sedih karena akan berpisah.

“Berangkat dulu ya.” ucap Maizelle sembari memegang kopernya.

Serentak yang ada disana langsung menganggukan kepala lalu tersenyum kepada Maizelle.

“Raken, ijel berangkat dulu ya.”

Jargas memegang tangan Maizelle, “sampai ketemu di tempat Rakendallas ya?”

Maizelle mengangguk semangat, “pasti, pasti kita bakal ketemu disana.”

rakendallas-196.


Maizelle segera keluar lalu menemui lelaki yang tadi menyuruhnya keluar, Maizelle diam sebentar melihat tampilan Jargas yang sekarang sedang memakai kaos hitam polos, lalu memakai celana pendek selutut dan memakai topi tak lupa jam tangan hitam yang ia pakai di tangan kirinya.

“Kenapa? Kok jadi ngelamun?”

“Ganteng.” jawab Maizelle tanpa sadar.

“Hah? Apa sekali lagi? Ga kedengeran.” ledek Jargas.

Maizelle yang sadar ia mengucapkan kata “Ganteng” langsung menutup mulutnya dengan kedua tangan.

Jargas tertawa, “siniiii, bukan kayak patung.”

Perempuan yang diperintahkan oleh Jargas untuk mendekat ini menurut ia jalan seperti penguin dengan tangan yang masih menutup mulutnya.

“Tangan nya turunin.”

Maizelle menurut lagi.

“Nah, bagus. Kan gua bisa liat muka cantik lo, Zell.”

“Omongan buaya jadi-jadian kayak gini, ya?”

Jargas terkekeh, lalu ia jongkok.

“Ngapain lo jongkok begini astaga Jargas Rakenzo?????”

“Lo naik, gua gendong.”

Maizelle mundur satu langkah, “APAAN NGGAK!”

Jargas menoleh kebelakang, “cepet atau gua paksa?”

Sebenarnya Maizelle senang namun, untuk apa, lelaki ini mau menggendong nya.

Ia pun langsung naik kepunggung Jargas, dan otomatis Jargas berdiri. Saat ini posisi Maizelle sedang di gendong oleh Jargas.

“Nggak berat?”

“Nggak.” jawab Jargas.

“Iya sih, gue tau. Ini gue cuman apa sih namanya..”

“Formalitas?” timpal Jargas.

“Nah, betul. Tujuan lo gendong gue apa?”

“Dulu, ayah gua gendong gua terus gua disuruh cerita sama beliau, awalnya gua bingung kenapa harus digendong, setelah beberapa langkah ayah gua jalan dengan beliau gendong gua, akhirnya gua refleks cerita.”

“Zell, dagu lo simpen aja dipundah gua.”

Maizelle menuruti perintah lelaki yang sedang menggendongnya ini.

Beberapa menit mereka masih saling diam.

6 menit..

7 menit..

“Jargas..”

“Hmm..”

“Lo kuat banget asli ini.”

Jargas terkekeh, “lo belum digendong gua selama sejam. Jadi jangan bilang gua kuat dulu.”

“Ish!!! Tapi..”

“Tapi kenapa?”

“Makasih..”

“Buat?” jawab Jargas dengan mengerutkan keningnya.

“Udah gendong gue. Karena gue belum pernah tau rasanya digendong kayak gini, hahaha. Miris banget ya? Ngga sih, ga miris.”

“Dari dulu gue anak nya terlalu aktif karena orang tua gue yang lebih mementingkan pekerjaannya, jadi gue lebih memilih kesana-kemari, masuk atlet sana-sini, nggak nentu. Baru kali ini softball buat gue jatuh cinta.”

Jargas diam, masih mendengarkan apa yang Maizelle ceritakan.

“Jauzan, dia sepupu gue yang paling baik mengalahkan semua orang. Sayangnya waktu dia nikah, gue ngga bisa dateng, karena bentrok sama hari pertandingan gue.”

“Eum.. Gue deket sih sama mama, karena dia emang dukung gue banget masuk kemanapun asal jangan masuk jurang katanya, ” Maizelle tertawa pelan, “tapi ya gitu sama-sama sibuk.”

“Zell.. Lo ganti-ganti cabang olahraga lo ini, emang bosen atau pengen narik perhatian nyokap bokap lo?”

“Jargas.. Lo dukun?”

“Bener ya? Omongan gua bener?”

“Kalau gue iyain, nanti lo nya besar kepala ah.” timpal Maizelle tak mau kalah.

“Zell, lo udah ngelakuin yang terbaik, kalau emang sekeras apapun usaha lo belum bisa narik perhatian orang tua lo, yaudah. Jangan sampai dengan semua cara lo lakuin biar orang tua lo ngelirik lo.”

“Takutnya lo ambil cara salah, dan malah jadi bumerang buat lo sendiri, Zell.” sambung Jargas.

“Tapi, lo bener.. Malahan semenjak gue jadi atlet yang punya “nama” gue bahkan jarang diem dirumah, selalu pergi keluar kota atau ga keluar negri. Sorenya gue latihan, paginya gue fisik. Sebenernya—malah makin jauh sih, tapi mungkin emang udah jalannya.”

“Mereka pasti bangga sama lo, cuman cara buat nunjukin nya beda.”

“Sekarang gue udah ga terlalu mikirin itu sih, gue mikirin jodoh soalnya.” ucap nya dengan nada bercanda.

“Lo cantik gini masa sih gaada yang deketin?”

“Ada, cuman pada gajelas gitu.”

“Gajelas gimana?”

“Kayak deket sehari besok nya pergi, udah jadian eh diputusin besoknya. Satu lagi nih ada cowo kalo yang ini agak lama pacarannya, eh besoknya diputusin karena dia gabisa LDR soalnya waktu itu gue harus nge asrama di luar kota.”

Jargas terkekeh pelan, “emang sama yang itu berapa lama?”

“14 Hari.” Maizelle tertawa, “kocak ya?”

“EH JARGAS, INI GA PEGEL APA?”

“Kalo pegel, gue udah turunin lo.”

“Lo.. nggak mau cerita?”

“Gua?”

“Iya, tentang lo sama Asellia.”

Jargas menghela nafas, “Zell, dulu yang berjuang itu gua, tapi, Asell ngga pernah anggap gua ada kayaknya. Waktu itu gua sama dia pernah ketemuan gitu di Caffe, tapi bisa-bisanya dia nyari Jauzan padahal dari awal janji gaada bahas Jauzan. Sejak saat itu, gua tau dia punya perasaan sama Jauzan.”

“Jauzan emang ngga tau? Kalau Asell suka?”

Jargas menggeleng, “Jauzan itu pinter buat kontrol diri, kalau emang temen ya temen, kalau emang dia mau deketin itu cewe ya berarti dia juga harus udah suka sama tu cewe, jadi kalo dia udah ngedeketin cewe ya bukan sekedar penasaran tapi emang udah suka sama itu cewe dan ternyata Velasya yang buat Jauzan bisa jatuh cinta.”

Maizelle mengangguk, “sepupu gue emang keren..”

“Coba aja lo muncul duluan daripada Asell, Zel..” celetuk Jargas lalu menurunkan Maizelle secara mendadak.

“Hah? Apa? Kurang jelas ih.”

“Kalo lo duluan yang gua kenal, kayaknya kita udah kayak Jauzan sama Velasya.”

“Jargas.. Jangan buat jantung gue berdegup 16 kali lipat!!!”

Jargas tersenyum, “sebulan lagi gua bisa ketemu lo kayak gini, abis itu gua ditinggal.”

“Lo tau? Gue bakal nge asrama?”

“Tau, tadi Kak Rakel kan KONI pagi-pagi.”

“Yaudah sih, lagian emang kenapa ya.. Gue pergi juga lo kan bukan siapa-siapa gue?”

“Gue pergi bertahun-tahun aja, lo gaakan perduli kan, Gas?” sambung Maizelle dengan dua pertanyaan yang membuat Jargas semakin yakin untuk menjawab, “mau seberapa lama lo pergi, seberapa jauh jarak lo dan gua—” Jargas terdiam sebentar.

“Kok diem?” tanya Maizelle.

“Maizelle, gua bakal nunggu lo.”

Rahang Maizelle sekarang mengeras.

“Sebulan ini selama lo masih di deket gua, izinin gua buat ada terus sama lo ya? Dari latihan sampai antar-jemput sekarang sama gua dulu, boleh?”

Maizelle masih diam, ia bingung mau menjawab apa.

“Tapi, kalau emang gamau dengan semua ucapan gua tadi, bilang aja. Gua ngga—”

“Mau dan boleh.” jawab Maizelle sembari jalan mundur, “jangan protes kenapa jalan gue kayak gini, karena sekarang gue mau kabur dari lo!!! Dan lo jangan coba kejar gue, oke?” setelah itu Maizelle berbalik lalu lari sekencang-kencangnya.

“Salting nya olahraga ya itu cewek.” gumam Jargas menggeleng-geleng pelan kepalanya sembari tersenyum.

Maizelle pun berlari keluar rumah untuk menemui Jargas, setelah perawakan Jargas sudah terlihat oleh Maizelle—Jargas pun melambaikan tangannya dan tersenyum.

Maizelle yang agak canggung, membalas senyum nya Jargas, “ngapain kesini?” tanya Maizelle yang masih memakai baju sepulang dari latihan softball nya.

“Lagi ngeyakinin seseorang, makanya kesini.” jawab Jargas dengan melipatkan tangan ke dadanya.

“Hah? Apa sih?”

“Keluar yu?” ajak Jargas.

“Kemana? Inikan diluar.”

“Jalan sama gua, Izell.”

Maizelle mengangguk,“gue siap-siap dulu.” Maizelle pun berbalik badan lalu berjalan masuk kerumah, namun setibanya ia dikamar, baru mulai berfikir, “lah? Bukannya gue lagi move on ya?” batinnya.


Maizelle dan Jargas pun sekarang sedang berada didalam mobil, mereka masih saling diam, tidak ada yang membuka suara sedari tadi. Maizelle yang melihat jendela keluar dan Jargas yang fokus menyetir.

Tibanya mereka disuatu rumah makan yang sangat asing bagi Maizelle, “mau makan?”

“Iya, masa mau berenang.” jawab Jargas terkekeh pelan.

Mereka memasuki rumah makan tersebut, lalu Jargas langsung memesan makanan nya dan Maizelle langsung duduk menunggu Jargas memesankan makanan nya.

“Lo sering kesini?” tanya Maizelle kepada Jargas yang baru memesan makanan nya.

“Iya, sama Kak Rakel.” jawabnya sembari duduk.

“Kirain, lo sering makan di restoran mahal gitu.” Maizelle masih bertanya lagi dan Jargas pun malah tersenyum, “ya, sekarang lo mulai tau gua kan?”

Maizelle menggaruk kepalanya yang tak gatal lalu tersenyum dengan lebar, “hehehe, iya sih...”

Setelah mereka menunggu beberapa menit, makanan nya pun datang ke meja makan mereka, “ini ya, Nak Jargas makanan nya, tumben banget sekarang makan nya nggak sama kakak nya.”

“Mbak kenalin, ini Izel temen Jargas.”

“Hai, Nak Izel, aduh cantik pisan ini, cewenya yang dibawa sama Jargas..” sapa Mbak minah pemilik rumah makan tersebut.

Maizelle agak menundukkan kepala, “hai juga, mbak yang lebih cantik, hehehe.

“Yasudah dimakan ya makanan nya, mbak kebelakang dulu.”

Maizelle dan Jargas secara bersamaan menganggukan kepalanya, lalu mereka mulai memakan, makanan yang dibuatkan oleh Mbak Minah tadi, sebenarnya hanya ayam manis dengan nasi putih lalu tak lupa sambal khas dari Mbak Minah ini yang menjadi beda dari yang lain.

“Gimana? Enak kan?” tanya Jargas sembari melihat Maizelle yang masih lahap memakan ayam manis tersebut.

Maizelle mengangguk, lalu fokus dengan makanan nya lagi, Jargas pun tertawa kecil, “lo ngga jaim ya? Gua kira lo bakal makan dengan cara yang anggun terus pelan-pelan.”

“Ya.. sekarang lo juga tau gue kan kayak gimana.” jawab Maizelle dengan membalikan ucapan Jargas yang tadi dengan nasi yang masih penuh di mulut nya.

“Yaudah itu kunyah dulu.”

Maizelle hanya nyengir lalu fokus kembali kepada makanan nya.

Setelah beberapa menit mereka pun selesai menghabiskan satu porsi makanan tersebut. Jargas pun membayar lalu ia pamit pulang kepada Mbak Minah dan setelah berpamitan mereka kembali ke mobil lalu Jargas mengajak Maizelle ke satu tempat lagi.

“Mau kemana lagi?” tanya Maizelle dengan bibir yang ia majukan.

“Diem aja, duduk. Gausah banyak tanya.” jawab Jargas.

Maizelle mendelik, “dasar cowo, padahal tinggal jawab.”

Jargas terkekeh pelan, “dasar cewe disuruh diem malah marah-marah.”

Maizelle melirik lalu dengan sorotan matanya yang tajam, lalu ia kembali lagi melihat kedepan.

Setelah sampai tujuan, Jargas membangunkan Maizelle, “Zel, bangun.. Udah sampe nih.”

Maizelle bangun, lalu melihat keliling sekitar, “Loh kok ke stadion tempat gue latihan?”

Jargas memegang kedua bahu Maizelle, “karena kita habis makan, makanan berat. Maka dari itu, baiknya kita olahraga, betul?”

Maizelle mengangguk dengan polosnya, “tapi kan, gue atau lo ngga bawa alat-alat nya?”

Jargas berbalik kebelakang lalu membawa bola kecil, “nih, gua bawa ini. Karena ini olahraga ala gua, jadi peraturannya pun, ya gimana gua. Yuk keluar dari mobil dulu.”

Maizelle menuruti perintah Jargas, dan sekarang mereka berada dia tengah lapang, “jadi mainnya gini, ini satu bola kalau lo yang jaga itu harus ngenain ke badan gua, dan gua sebagai orang yang kaburnya, nah begitupun sebaliknya. Misalkan, itu bola kena gua, nanti gua bakal sebutin satu-satu tentang gua, bebas sih mau tentang apa, cuman harus ada sangkut-pautnya di diri lo, gitu. Ngerti?” tutur jelas Jargas.

Maizelle mengangguk, “kalo lo terus yang kena, jadi gue gausah ceritain apa-apa dong?”

“Betul.”

“Oke, menarik.”

“Kita suit aja ya?” tawar Jargas.

Maizelle mengangguk dengan semangat, “ayo, satu, dua, tiga!”

Jargas kalah karena ia mengeluarkan kertas dan Maizelle gunting, akhirnya Jargas yang jadi pelari atau orang kabur, dan Maizelle jadi si penjaga.

“Dengerin aba-aba gue ya,” Jargas mengangguk, “satu... dua... tiga... Mulai!!” seru Maizelle dan memulai permainan yang dinamai permainan ala Jargas.

Maizelle mulai mengejar Jargas, sebenarnya Maizelle senang jika Jargas mengadakan permainan ini, karena Maizelle dulu pernah menjadi atlet lari juga namun hanya sebentar karena bosan, setelah beberapa menit berlalu akhirnya bola kecil itu terkena punggung Jargas.

“Oke, gua kena, langsung aja ya?”

Maizelle mengangguk, “iya cepet.”

“Bentar, deketan dulu sama lo, kalo agak jauhan gini cape ngomongnya.” Maizelle mendekat, begitupun juga Jargas.

“Sini sambil duduk.” Jargas menepuk tempat yang ada disebelahnya agar Maizelle duduk.

“Lo pasti udah tau rumor terkuat gua di kampus itu apa.”

Maizelle memangutkan kepalanya, “iya, tau dari Aresa itu juga.”

Jargas berdecak, “rumor itu bener, gua emang gapernah deket sama cewe lagi selain Asell temen kecilnya Jauzan. Tapi, rumor itu berlaku nya dulu, kalau sekarang ngga, Zel.”

Maizelle menoleh, “hah? Kenapa? Bukannya, Asell pulang?”

“Asell pulang, tapi rasa gua sama Asell udah ngga ada.”

“Lo, ngga bisa menyimpulkan itu dengan cepat, karena lo sama dia ngga deket hanya satu atau dua hari, Gas,” Maizelle berdiri, “gue cape, mau pulang.”

“Tapi, kalau lo masih mau disini, biar gue pulang naik gojek aja.” sambungnya.

Maizelle sengaja memberhentikan permainan ini secara sepihak, karena ia tidak mau tahu terlalu dalam tentang Jargas dan juga hal mustahil jika Jargas benar-benar melupakan Asellia dengan kurun waktu yang cepat.

“Gua anter pulang.” jawaban Jargas terdengar lesu, namun ini baru awalan tantangan Jargas memperjuangkan Maizelle.

Maizelle menoleh, “yaudah, ayo.”

Jargas sudah menunggu Asellia di taman yang dulu nya sering mereka kunjungi bersama. Setelah beberapa menit berlalu, langkah kaki dari suara rumput mulai terdengar oleh Jargas, ia pun menoleh ke arah sumber suara tersebut.

Asellia, masih cantik nggak berubah batin Jargas.

Asellia pun tersenyum kepada lelaki yang telah menanti dia selama bertahun-tahun lalu menyapa, “HAI JARGAS!” teriaknya.

Namun, ada yang berbeda kali ini dari diri Jargas, ia tidak seperti dulu yang selalu segera memeluk Asellia, sekarang dia enggan, dia bukan Jargas yang dulu lagi.

Ketika Asellia akan memeluk Jargas, lelaki tersebut menahan nya, “gausah peluk ya, gaenak diliat sama yang lain.”

Asellia pun segera menurunkan tangannya lalu mundur satu langkah dari tubuh nya Jargas, ia melihat dari atas sampai kebawah lelaki yang sedari dulu menunggunya kini telah ia lihat kembali.

“Jargas, apa kabar?”

“Baik, lo sendiri?”

Asellia menggeleng, “semenjak ayah ditipu, gue banyak pikiran yang ngga-ngga.”

Jargas melirik sesekali kepada Asellia, “Sell ini tempat kita dulu ya?”

Asellia pun senang dengan pembahasannya jadi ia menjawab dengan semangat, “IYA APALAGI LO SERING GENDONG-GENDONG GUE DULU DISINI.” jawab nya tertawa renyah.

“Dulu ya, Sell.” celetuk lelaki tersebut sembari menyalakan api rokoknya.

Asell kaget dengan tingkah laku Jargas, karena biasanya dia tidak pernah merokok di depannya, kecuali didepan orang-orang yang Jargas tidak suka.

“Gua bukan orang yang sama, Sell.” sambungnya.

“Maksud lo?” tanya Asellia dengan bingung.

“Setelah apa yang gua perjuangkan dari dulu, itu semua sia-sia dan gak berguna buat lo,” Jargas terkekeh lalu mematikan rokoknya dan membuang puntung rokok itu ke belakang, “lo udah liat gua ngerokok depan lo, artinya apa?”

Asellia menelan ludahnya, “segitu bencinya lo sama gue?”

Jargas tertawa, “Asellia, harusnya gua yang ngomong begitu sama lo, dulu gua selalu nurut apa perkataan lo, apa mau lo, gua anter lo kemana-mana karena gua tau lo anaknya gabisa kalo gaada temen buat berangkat ke suatu tempat, sampe akhirnya kita sempet jauh, karena lo sebenernya suka kan sama Jauzan? Alasan klasik kalau dulu lo nolak gua dengan bilang “kita lebih cocok temenan dulu.” bodohnya gua iyain aja lagi, hahaha.”

“Waktu Jauzan udah ngumumin hubungan nya ke publik, baru lo balik, aneh kan? Aneh. Karena lo balik kesini waktu dulu tujuannya cuman mau ketemu Jauzan bukan gua, eh ternyata lo kalah cepet sama Velasya.” sambung Jargas.

Asellia masih terdiam, ia bingung mau menjawab apa.

“Sekarang lo balik disaat gua udah mutusin untuk nyerah? Lo gila kata gua. Karena, lo gamau kan ngerasain kehilangan lagi sama seperti lo dulu kehilangan Jauzan karena Jauzan udah punya Velasya? Iya kan? Bantah gua, Sell. Bantah gua, kalo gua disini emang salah.”

Asellia masih diam dan menunduk.

“Diem kan lo? Diem kan? Sell, gua udah kurang sabar apa? Bertahun-tahun lo giniin gua, jadi wajar dong, amarah gua sekarang udah di puncaknya?”

“J-jargas g-gue..”

“Gua sayang sama lo, tulus.”

Asellia langsung melihat kearah lelaki yang ada didepannya.

“Tapi, dulu.” sambung Jargas.

“Udah ada pengganti gue?” tanya Asellia.

Jargas mengangguk, “dia lebih ngehargain perasaan gua, dibanding lo, dia selalu jujur utarain apa yang dia rasa ke gua. Beda sama lo, lo selalu tutupin apapun itu tentang lo, ya gua sadar, lo tutupin itu karena lo berharap Jauzan kan? Bukan gua.”

“Jargas, gue sayang sama lo.”

“Lo boleh sayang sama gua, tapi kalo lo minta gua sayang balik lagi itu udah nggak bisa. Karena udah ada satu cewe yang bakal gua perjuangin sekarang.” Jargas berdiri, “udah jelas kan? Kalo udah, gua pamit.” Jargas pun segera berjalan meninggalkan Asellia.

Asellia sedikit demi sedikit mengeluarkan air matanya, ia melihat punggung Jargas yang selalu ia peluk kini telah menghilang, lenyap.

Jauzan menyimpan semua barang nya di sofa, ia segera pergi ke dapur untuk menemui Velasya.

“K-kak..” ucap Velasya yang terkejut karena Jauzan memeluknya dari belakang.

“Lagi apa, hm?” tanya Jauzan menyimpan dagu nya di pundak Velasya.

“Lagi belajar, ya kamu liat lah ini lagi apa.”

Ketika Velasya sedang mengoceh, Jauzan dengan sigap menciumi pipi Velasya, “kangen, jangan marah-marah.” ucapnya.

“Mau pelukan terus ini?”

Jauzan tertawa kecil, “iya aku lepas, tapi lanjut di sofa ya.”

“Heh.” sembari mencubit perut Jauzan, “nakal banget ya sekarang.”

Jauzan hanya tersenyum dengan kegirangan, karena ia sudah beberapa hari tidak bertemu perempuannya ini.

Mereka duduk berdua sembari mendengarkan lagu dan memakan cemilan.

“Aku mau cerita.” celetuk Jauzan.

Velasya langsung menoleh, karena jika Jauzan udah berbicara seperti itu artinya ceritanya ini serius.

“Boleh, sini deketan.”

Jauzan mendekatkan diri nya kepada Velasya, lalu menyender ke pundak Velasya seperti anak kecil.

“Asellia pulang.”

“Asellia itu, temen kamu waktu kecil kan?”

“Iya. Tapi dia belum tau aku punya pacar.”

“Yaudah, gapapa.”

Jauzan lalu membenarkan posisinya lalu memegang kedua pipi Velasya, “masa pacar aku yang cantik, manis, cantik lagi dan sangat cantik ini, ngga aku pamerin sih?”

Velasya tertawa kecil, “ya terus kamu mau gimana?”

“Pengennya go public.”

“Kak.”

“Iya-iya maaf, tapi kapan?”

“Kalau aku udah siap, tanpa kamu suruh-suruh juga aku pasti bilang kok di publik.”

“Sekarang fokus dulu aja sama pekerjaan yang baru kamu jalanin ini.” sambungnya.

Jauzan mengerucutkan bibirnya.

“Kak Ujan, jangan gemes kayak gitu depan cewek lain ya?”

Jauzan segera memeluk gadis yang ada dihadapannya ini, “iya ngga.” jawabnya.


Hari dimana Gavileo dan Laneya bersama untuk selamanya. Itu janji dari Gavileo pun Laneya juga.

Banyak sekali bunga yang menghiasi pernikahan mereka berdua. Tamu yang datang hanya orang-orang terdekat saja. Agar lebih menjadi kenangan yang sangat melekat untuk mereka berdua katanya.

Gevano dan Nelson duduk di bangku paling depan, lalu dibangku kedua ada anggota Waykaze yaitu Jauzan, Jargas dan Rama. Disusul bangku ketiga ada Velasya dan David.

Gavileo lebih memilih pernikahan ini di outdoor, katanya biar bisa di pantai. Maksud pantai disini, ia mengingat profesi Laneya sebagai atlet renang, filosofinya seperti itu katanya. Memang pikiran Gavileo tak terduga.

Gavileo yang sudah menunggu wanita nya ini menghampiri nya, ia melihat Laneya di gandeng oleh papah nya yaitu Rojer. Papah nya sesekali melirik Laneya ia mengingat kejadian-kejadian yang pernah membuat putri nya sedih. Apalagi ketika papah nya membatalkan perjodohan tersebut, papah nya sangat merasa bersalah.

Satu butiran bening lalu disusul beberapa butiran bening lainnya itu turun dari mata Rojer.

“Ney, sudah siap?”

Laneya mengangguk.

Laneya menyeka air mata papah nya itu, “jangan nangis. Papah kan kuat.”

“Maafkan papah, ya nak.”

“Papah ga perlu minta maaf. Ney, sayang papah.” jawabnya.

Lalu, Rojer mengantar Laneya kepada pria yang menunggu putri nya ini.

Gavileo memakai jas tuxedo warna hitam, dan Laneya memakai gaun putih di setiap sudutnya ada serat-serat warna hijau tak lupa memakai mahkota dikepalanya. Gavileo tidak memalingkan pandangannya kemanapun, ia fokus tertuju kepada wanita yang hampir mendekat padanya, “cantik, cantik, cantik, semesta gue cantik.” bathin nya.

Suara alunan musik terus menemani Laneya dan papah nya sampai kepada prianya yaitu Gavileo. Banyak sorak sorai yang kagum kepada pasangan pengantin ini.

Laneya pun sudah sampai dan sekarang ia bersama Gavileo, lebih tepatnya, bersebelahan.

Sumpah sudah terucap. Janji suci mereka sudah disaksikan banyak orang, dan tentunya oleh semesta. Semesta mendengarkan janji itu. Janji Gavileo menjaga Laneya, disaat susah maupun senang, disaat sehat maupun sakit, sampai maut memisahkan mereka berdua. Tentunya, janji itu tidak untuk dari Gavileo kepada Laneya saja, tapi sebaliknya, Laneya akan begitu juga, menjaga semestanya yaitu, Gavileo.

Cincin pernikahan sudah terlingkar di masing-masing jari manis mereka. Setelah semua selesai, yang berarti Gavileo dan Laneya sudah sah menjadi sepasang suami dan istri.


Acara formal telah selesai, dilanjut penampilan dari band Waykaze. Mereka membawakan lagu Rizky Febian-Makna Cinta.

kalau bisa sambil dengerin lagunya ya

Banyak hal yang tlah kita lewati Di setiap harinya Denganmu ku mengerti arti cinta Arti cinta sesungguhnya Tumbuh di setiap saat Dan mengerti makna cinta Makna cinta yang abadi Kan kujaga cinta ini

Sudah dengan berbagai cara Agar tak terlewatkan hari yang indah Banyak hal yang tlah kita lewati Di setiap harinya

Denganmu ku mengerti arti cinta Arti cinta sesungguhnya Tumbuh di setiap saat Dan mengerti makna cinta Makna cinta yang abadi Kan kujaga cinta ini

Seluruh tamu bernyanyi dan menikmati penampilan dari band Waykaze ini, termasuk pengantin nya Gavileo dan Laneya, mereka sangat menikmati apalagi dengan lirik lagunya, sangat pas untuk mereka berdua.

“Kak.”

“Iya, istriku?”

Laneya mencubit perut suaminya itu, “iih, aneh hahaha.

“Harus terbiasa ah.”

“Iya, nanti, masih aneh soalnya.”

“Iya-iya yaudah, jangan cemberut gitu dong sayang, ada apa hm?”

Laneya mengeluarkan amplop yang berjudul “surat balasan, From N to G.”

“Kamu bikin ini?”

Laneya mengangguk, “dibaca aja, sekarang.”

Setelah dua menit ia membaca, Gavileo langsung memeluk istrinya, “Ney, aku juga sayang kamu.”

Lalu, Gavileo melepaskan pelukannya dan menangkup dagu Laneya, “tutup matanya, aku bakal cium bibir kamu.” titah nya.

Laneya menuruti perkataan Gavileo, ia pun memejamkan matanya, dengan spontan Gavileo langsung mencium bibir Laneya, memulai permainan nya dengan kecupan-kecupan kecil, Laneya pun tanpa sadar melingkar kan tangannya ke leher Gavileo, Laneya menikmati permainan dari suami nya ini.


Memang tidak mudah menyatukan dua insan dalam perjodohan secara paksa dulunya, tapi jika takdir nya mereka berjodoh, kita bisa apa?

Akhirnya Laneya menemukan lelakinya untuk selamanya pun Gavileo menemukan wanitanya untuk selamanya.

Hai, kakak ganteng. Surat ini, surat balasan dari From G to N. Kak, aku juga ngga nyangka bisa secepet ini nulis surat balasan buat kakak. Kak, makasih banyak buat semuanya, walaupun kakak selalu nolak “makasih” nya aku, tapi aku tetep harus bilang makasih sama kakak. Banyak yang udah kita lewatin bersama kak, dari awal kita kenal, kita pacaran, kita pernah salah paham, waktu papah ngga ngerestuin kita, waktu kakak trauma dalam masa lalu kakak, waktu aku masih sering dikekang papah sama mamah, dan bahkan aku sampe balik lagi jadi atlet. Kita jalanin ini bersama kak.

Makasih banyak kakak, aku sayang Kak Gavileo, yang dulunya aku bingung siapa, “Kak G” itu hahaha, lucu ya kalau di inget-inget. Makasih kak, makasih kakak udah bisa berdamai sama masa lalu kakak. Kisah cinta kita itu kayak dua dunia tau kak, aku ada di dunia renang dan kakak di dunia musik, tapi dengan perbedaan dunia itu, kita bisa nyatu dan saling mengerti. Kak G, aku sayang kamu, sayang nya tak terhingga pokoknya!

From, N.


Malam yang ditunggu-tunggu Gavileo sudah tiba, ia datang memakai jas hitam yang kembar bersama Gevano, tak lupa, Mia ibu Gavileo dan Gevano juga ikut bersama mereka, tentunya tidak memakai jas, tapi memakai pakaian rapih dan terlihat seperti anak muda.

Disini mereka segera melangsungkan acaranya tidak memakai basa-basi karena acara ini dibuat oleh Gavileo untuk Laneya.

Laneya heran, melihat suasana saat ini, seperti sedang ujian sangat tegang, “ini kenapa ya mukanya pada serius?” tanya nya.

Gavileo tertawa kecil, “aku mau izin ke mamah dan papah kamu, didepan ibun sama Gevano dan Kak Nelson.”

“Minta izin apa?”

Gavileo mendekat, lalu mengeluarkan kotak kecil disakunya lalu ia membuka kotak kecil itu.

“Cincin?” tanya Laneya.

“Bukan cincin biasa, Ney. Kalau kamu memperbolehkan aku memasangkan cincin ini di jari manis kamu, artinya kamu mau menikah sama aku minggu depan. Kalau kamu menolak, artinya aku bakal nunggu kamu lagi.”

“Kak, sebentar. Minggu depan?”

Mia pun terkekeh, “jadi gini, Ney. Aa itu udah siapin semuanya. Dari pakaian nikah kalian, sama gedung-gedung nya sekaligus. Ibun juga heran kenapa dia ga ada kompromi dari kamu. Terus katanya biar Laneya ngga cape urus ini-itu. Dan, yang lebih buat ibun kaget, aa ini nabung dari SMP dan ternyata uang nya ini buat masa depan ia menikah, dan ternyata kamu wanitanya.”

Gavileo menunduk malu.

“Kak?”

“Kalau kamu ngga suka sama cara aku, aku minta maaf. Aku bisa batalin semuanya kok. Jangan merasa gaenak buat nolak, Ney.” ujar Gavileo yang masih menunduk lalu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Laneya melirik kepada kedua orang tuanya dan Nelson. Mereka secara bersamaan mengangguk dan tersenyum, Nelson tiba-tiba bersuara, “semua keputusan dikamu, Ney. Bener kata Avi, kalau kamu belum siap, tolak aja.”

Laneya menangkup wajah Gavileo, mata Laneya sudah terlihat berkaca-kaca, “iya, aku mau nikah sama kakak.”

Gavileo menyeka air yang jatuh dari pipi Laneya lalu mengelusnya, “serius, hm? kamu masih bisa nolak kok.”

Laneya menggeleng, “aku ngga mau sia-siain, laki-laki yang sempurna kayak kamu, kak.”

Gavileo dengan semangat ia memakaikan cincin itu kepada jari manis Laneya, lalu segera memeluk Laneya erat-erat, “i love you, cantiknya Gavileo.”

Dengan spontan, Gevano, Nelson, Ibunya Gavileo dan kedua orang tua Laneya bersorak secara bersamaan, suasana yang hangat dengan tawa yang sangat bahagia ada pada malam ini.