Maizelle pun berlari keluar rumah untuk menemui Jargas, setelah perawakan Jargas sudah terlihat oleh Maizelle—Jargas pun melambaikan tangannya dan tersenyum.
Maizelle yang agak canggung, membalas senyum nya Jargas, “ngapain kesini?” tanya Maizelle yang masih memakai baju sepulang dari latihan softball nya.
“Lagi ngeyakinin seseorang, makanya kesini.” jawab Jargas dengan melipatkan tangan ke dadanya.
“Hah? Apa sih?”
“Keluar yu?” ajak Jargas.
“Kemana? Inikan diluar.”
“Jalan sama gua, Izell.”
Maizelle mengangguk,“gue siap-siap dulu.” Maizelle pun berbalik badan lalu berjalan masuk kerumah, namun setibanya ia dikamar, baru mulai berfikir, “lah? Bukannya gue lagi move on ya?” batinnya.
Maizelle dan Jargas pun sekarang sedang berada didalam mobil, mereka masih saling diam, tidak ada yang membuka suara sedari tadi. Maizelle yang melihat jendela keluar dan Jargas yang fokus menyetir.
Tibanya mereka disuatu rumah makan yang sangat asing bagi Maizelle, “mau makan?”
“Iya, masa mau berenang.” jawab Jargas terkekeh pelan.
Mereka memasuki rumah makan tersebut, lalu Jargas langsung memesan makanan nya dan Maizelle langsung duduk menunggu Jargas memesankan makanan nya.
“Lo sering kesini?” tanya Maizelle kepada Jargas yang baru memesan makanan nya.
“Iya, sama Kak Rakel.” jawabnya sembari duduk.
“Kirain, lo sering makan di restoran mahal gitu.” Maizelle masih bertanya lagi dan Jargas pun malah tersenyum, “ya, sekarang lo mulai tau gua kan?”
Maizelle menggaruk kepalanya yang tak gatal lalu tersenyum dengan lebar, “hehehe, iya sih...”
Setelah mereka menunggu beberapa menit, makanan nya pun datang ke meja makan mereka, “ini ya, Nak Jargas makanan nya, tumben banget sekarang makan nya nggak sama kakak nya.”
“Mbak kenalin, ini Izel temen Jargas.”
“Hai, Nak Izel, aduh cantik pisan ini, cewenya yang dibawa sama Jargas..” sapa Mbak minah pemilik rumah makan tersebut.
Maizelle agak menundukkan kepala, “hai juga, mbak yang lebih cantik, hehehe.“
“Yasudah dimakan ya makanan nya, mbak kebelakang dulu.”
Maizelle dan Jargas secara bersamaan menganggukan kepalanya, lalu mereka mulai memakan, makanan yang dibuatkan oleh Mbak Minah tadi, sebenarnya hanya ayam manis dengan nasi putih lalu tak lupa sambal khas dari Mbak Minah ini yang menjadi beda dari yang lain.
“Gimana? Enak kan?” tanya Jargas sembari melihat Maizelle yang masih lahap memakan ayam manis tersebut.
Maizelle mengangguk, lalu fokus dengan makanan nya lagi, Jargas pun tertawa kecil, “lo ngga jaim ya? Gua kira lo bakal makan dengan cara yang anggun terus pelan-pelan.”
“Ya.. sekarang lo juga tau gue kan kayak gimana.” jawab Maizelle dengan membalikan ucapan Jargas yang tadi dengan nasi yang masih penuh di mulut nya.
“Yaudah itu kunyah dulu.”
Maizelle hanya nyengir lalu fokus kembali kepada makanan nya.
Setelah beberapa menit mereka pun selesai menghabiskan satu porsi makanan tersebut. Jargas pun membayar lalu ia pamit pulang kepada Mbak Minah dan setelah berpamitan mereka kembali ke mobil lalu Jargas mengajak Maizelle ke satu tempat lagi.
“Mau kemana lagi?” tanya Maizelle dengan bibir yang ia majukan.
“Diem aja, duduk. Gausah banyak tanya.” jawab Jargas.
Maizelle mendelik, “dasar cowo, padahal tinggal jawab.”
Jargas terkekeh pelan, “dasar cewe disuruh diem malah marah-marah.”
Maizelle melirik lalu dengan sorotan matanya yang tajam, lalu ia kembali lagi melihat kedepan.
Setelah sampai tujuan, Jargas membangunkan Maizelle, “Zel, bangun.. Udah sampe nih.”
Maizelle bangun, lalu melihat keliling sekitar, “Loh kok ke stadion tempat gue latihan?”
Jargas memegang kedua bahu Maizelle, “karena kita habis makan, makanan berat. Maka dari itu, baiknya kita olahraga, betul?”
Maizelle mengangguk dengan polosnya, “tapi kan, gue atau lo ngga bawa alat-alat nya?”
Jargas berbalik kebelakang lalu membawa bola kecil, “nih, gua bawa ini. Karena ini olahraga ala gua, jadi peraturannya pun, ya gimana gua. Yuk keluar dari mobil dulu.”
Maizelle menuruti perintah Jargas, dan sekarang mereka berada dia tengah lapang, “jadi mainnya gini, ini satu bola kalau lo yang jaga itu harus ngenain ke badan gua, dan gua sebagai orang yang kaburnya, nah begitupun sebaliknya. Misalkan, itu bola kena gua, nanti gua bakal sebutin satu-satu tentang gua, bebas sih mau tentang apa, cuman harus ada sangkut-pautnya di diri lo, gitu. Ngerti?” tutur jelas Jargas.
Maizelle mengangguk, “kalo lo terus yang kena, jadi gue gausah ceritain apa-apa dong?”
“Betul.”
“Oke, menarik.”
“Kita suit aja ya?” tawar Jargas.
Maizelle mengangguk dengan semangat, “ayo, satu, dua, tiga!”
Jargas kalah karena ia mengeluarkan kertas dan Maizelle gunting, akhirnya Jargas yang jadi pelari atau orang kabur, dan Maizelle jadi si penjaga.
“Dengerin aba-aba gue ya,” Jargas mengangguk, “satu... dua... tiga... Mulai!!” seru Maizelle dan memulai permainan yang dinamai permainan ala Jargas.
Maizelle mulai mengejar Jargas, sebenarnya Maizelle senang jika Jargas mengadakan permainan ini, karena Maizelle dulu pernah menjadi atlet lari juga namun hanya sebentar karena bosan, setelah beberapa menit berlalu akhirnya bola kecil itu terkena punggung Jargas.
“Oke, gua kena, langsung aja ya?”
Maizelle mengangguk, “iya cepet.”
“Bentar, deketan dulu sama lo, kalo agak jauhan gini cape ngomongnya.” Maizelle mendekat, begitupun juga Jargas.
“Sini sambil duduk.” Jargas menepuk tempat yang ada disebelahnya agar Maizelle duduk.
“Lo pasti udah tau rumor terkuat gua di kampus itu apa.”
Maizelle memangutkan kepalanya, “iya, tau dari Aresa itu juga.”
Jargas berdecak, “rumor itu bener, gua emang gapernah deket sama cewe lagi selain Asell temen kecilnya Jauzan. Tapi, rumor itu berlaku nya dulu, kalau sekarang ngga, Zel.”
Maizelle menoleh, “hah? Kenapa? Bukannya, Asell pulang?”
“Asell pulang, tapi rasa gua sama Asell udah ngga ada.”
“Lo, ngga bisa menyimpulkan itu dengan cepat, karena lo sama dia ngga deket hanya satu atau dua hari, Gas,” Maizelle berdiri, “gue cape, mau pulang.”
“Tapi, kalau lo masih mau disini, biar gue pulang naik gojek aja.” sambungnya.
Maizelle sengaja memberhentikan permainan ini secara sepihak, karena ia tidak mau tahu terlalu dalam tentang Jargas dan juga hal mustahil jika Jargas benar-benar melupakan Asellia dengan kurun waktu yang cepat.
“Gua anter pulang.” jawaban Jargas terdengar lesu, namun ini baru awalan tantangan Jargas memperjuangkan Maizelle.
Maizelle menoleh, “yaudah, ayo.”